Selasa, 22 September 2009

Girijaya, Desa Diantara Kabut


Meninggalkan sore yang penat di Jakarta nan padat, kami berloncatan memenuhi bus bus mini untuk meluncur menuju Desa Giri Jaya Kecamatan Sukabumi, Jawa Barat, menjemput mimpi kebersamaan dan solidaritas, Sabtu dipertengahan Juli lalu. 

Ada saja kesibukan yang mewarnai keberangkatan kami. Mas Ateng sibuk mengangkat minuman kedalam bus untuk mengobati kerongkongan menempuh empat jam perjalananan. Penat belum habis usai mengikuti pre test TOEFL, kami selanjutnya harus menikmati macetnya perjalanan melintasi puncak Bogor. Maklum, warga Jakarta seringkali menghabiskan akhir pekan di puncak. 

Senandung lagu kemudian Saya mainkan lewat alunan gitar milik Ulin yang didendangkan Bastian, anggota AJI Jakarta. Mantan kameraman TV3 Malaysia ini, rupanya sudah menyiapkan sejumlah lagu. “ Wow suaranya mantap! “. Saya sudah banyak lupa dengan lagu yang dimintanya, tapi ia terus saja berdendang…. Na na na ….. 

Dua jam berlalu, stasiun pom bensin di kawasan Bogor, menjadi saksi bisu ketika melihat kami berhamburan keluar untuk rehat sejenak, sebelum perjalanan dilanjutkan kembali. 

Tiga jam berlalu, sebuah suara melengking tajam setengah berteriak “ Berapa tahun lagi nyampe nih?” ..lapar,”.Tak ada yang menjawab, namun kesigapan mas Ateng menyajikan empat bungkus tahu goring telah sanggup mengganjal perut yang keroncongan. 

Sayup-sayup masih lantunan lagu pop dan daerah yang dinyanyikan Yuchan ampuh memecah jalan sunyi berbatu yang kami lewati. Empat jam berlalu, sekitar pukul 20.00 wib lebih, bus telah memasuki kawasan Desa Girijaya, Sukabumi, Jawa Barat, kediaman Kang Jajang sudah didepan mata. Jalanan cukup gelap tanpa dilengkapi alat penerang yang memadai. Bus terasa berjalan pelan.“ Jangan terlalu banyak gerak yah,..ini kawasan longsor,” sebuah suara memberi peringatan. Sekitar lima belas menit, kurasakan tubuhku bergoncang dalam bus. Rupanya jalan tersebut tidak rata sehingga bus terus berusaha menjaga keseimbangan. Saya dan teman-teman tidak bisa melihat dengan jelas kondisi jalan yang sedang kami lewati. Semua hitam, gelap… 

Hanya dalam hitungan menit, bus telah merapat di depan sebuah bangunan rumah batu yang telah menanti kehadiran kami. Saat itu, Kang Jajang menggunakan sarung dan baju kaos mempersilahkan kami untuk meletakkan barang di dalam rumah. Kemudian, hidangan makan malam yang lezatpun tersaji,.nyam-nyam,.maknyusss,. Sajian makan dilanjutkan dengan sajian jagung bakar dan kopi hitam nan pekat. 

Malam itu suasana keakraban cukup terasa diisi dengan nyanyian, permainan kartu dan dialog ringan. Momen itu itu ikut diabadikan lewat kilatan cahaya Blitz kamera Adri. Hmm Nice picture,… 
Malam semakin larut, namun cekikin tawa pemain kartu uno terdengar semakin nyaring. Mereka yang kalah. Kompensasinya cukup memalukan, torehan bedak basah dioleskan di seluruh wajah. 

Malam makin larut, hawa dingin perlahan menusuk kulit kami. Namun diskusi tentang masa depan organisasi tetap berlangsung. Sekitar pukul 01.30 wib malam acara diskusi perlahan bubar. 

Hawa dingin menusuk begitu aku memicingkan mata. Sinar matahari sudah tersembul dibalik jendela teralis bangunan rumah. Hamparan luas perkebunan teh adalah sekumpulan karpet hijau yang seolah menutupi wilayah ini. Kang Jajang malah sempat menawari aku, “Adrian kalau mau melihat perkebunan teh, di bawah ada PTPN,” Kang Jajang menyarankan jika ingin melihat gadis-gadis manis yang sedang memetik teh dan mengenakan topi lebar di perkebunan PTPN-lah tempatnya. Hanya saja, demi memenuhi rasa penasaran itu, Saya berniat melakukan survei dadakan. Tapi, lantaran tak lama berselang acara menangkap ikan di kolam kecil, empang, sudah terlihat tanda-tandanya. Saya urungkan perjalanan dadakan tersebut. 

Sepanjang setengah jam lebih kami memulai perhelatan menagkap ikan di empat yang berlokasi di belakang rumah Kang Jajang. Hasilnya cukup lumayan, Saya mendapat Ikan yang terbesar, cukup untuk menambah sajian menu makan siang. Urusan menangkap ikan dengan tangan telanjang memang tak semudah yang dibayangkan. Cukup banyak ikan bersembunyi di sela-sela gunungan lumpur serta pekatnya air di kolam. Tak berarti mudah untuk membekap sebuah ikan. 
“Ya, lepas…. “ keluh Komang saat mengetahui ikan yang hampir di tangannya lepas. Sekitar enam orang disibukkan dengan urusan mencar ikan. Perbuatan ini kami lakukan sebab menu makan siang, tidak menyediakan lauk selain ikan yang berhasil ditangkap. Mau tak mau kami wajib berjibaku dengan pekat coklat air di kolam. Bila kuingat-ingat lagi, filosofi dari sesi acara itu tak lain untuk mencairkan otak kami dari rumitnya liputan yang melelahkan. 

Usai santap siang dan bersantai sejenak, kami bersiap pulang. Dalam perjalanan pulang, kami dapati adanya penambangan tak resmi yang dilakukan penduduk sekitar. Rupanya wilayah yang dilalui bus yang kami lewati tadi malam dan sempat memperlambat lajunya. Ternyata di bawahnya terdapat longsoran yang curam aksi penambangan secara serampangan sehingga menyebabkan jalan longsor. 

Kegiatan penambangan pasir dan lumpur oleh penduduk Desa Girijaya, Sukabumi, Jawa Barat yang akan digunakan untuk memproduksi genteng dan pasir makin mencemaskan. Bagaimana tidak? Bila tiba hari minggu, jalur ini ramai di lewati penduduk yang akan melewati waktunya untuk berlibur ke Gunung Salak atau melihat hamparan perkebunan teh. Atau kegiatan melancong lainnya. 

“Penduduk di sini tidak menyadari, biar faktanya sudah parah,” ujar kang Jajang sembari menggendong Faiz putra bungsunya. Saya melihat sendiri di bawah bukit terdapat hamparan pemandangan alam serta kegiatan penambangan yang tak henti-henti. Tandanya mudah, banyak mobil pick-up berjejer menunggu pasir yang siap untuk diangkut dan dijual ke toko-roko material sekitar desa. 

Bus kemudian melaju meninggalkan jalan tersebut dan menyisakan cerita tentang kebersamaan bersama teman-teman AJI Jakarta. Saat beranjak pulang, Saya bergumam “Suatu saat akan kembali ke tempat ini Sedetik kemudian sebuah ucapan dari Komang menimpali,”Demi gadis pemetik teh kan”. Ah,,cerita itu masih tersisa,… (Adrian Syahalam) 

(c) 2009 beritalingkungan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar