Selasa, 28 Juni 2011

Semiloka KBIH Muhammadiyah dan Aisyiyah Rekomendasikan Pembentukan Lembaga Haji Muhammadiyah

















Yogyakarta-Seminar dan Lokakarya Pengelolaan dan Bimbingan Ibadah Haji di Lingkungan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji Muhammadiyah dan Aisyiyah telah usai digelar hari Ahad, 26 Juni 2011 yang lalu. Acara yang diikuti oleh 13 utusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan 51 KBIH Muhammadiyah dan Aisyiyah se-Indonesia ini ditutup pada hari Sabtu malam, 25 Juni 2011, oleh Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat MuhammadiyahSyamsul Anwar. Setelah melalui sharing problematika, ceramah dialog dan diskusi serius dalam siding komisi dan siding pleno, akhirnya Semiloka ini menghasilkan beberapa rekomendasi penting demi terwujudnya pengelolaan dan pemimbingan ibadah haji yang ideal bagi warga Persyarikatan khususnya dan umat Islam Indonesia pada umumnya.

Beberapa butir rekomendasi yang dihasilkan melalui Semiloka Pengelolaan dan Bimbingan Haji tersebut antara lain:

1. Mengusulkan pembentukan Lembaga Haji di tingkat Pusatyang secara struktural bertingkat hingga ke Wilayah dan Daerah, dengan catatan apabila memungkinkan ke depan dapat menjadi Majelis.

2. Dalam rangka menjalankan fungsi kelembagaan, Pimpinan PusatMuhammadiyah diharapkan dapat membuat “pedoman” mengenai keorganisasian lembaga haji tersebut yang berisi antara lain masa jabatan yang sesuai dengan masajabatan dalam persyarikatan, kualifikasi dan sertifikasi pembimbing, struktur organisasi, visi misi, tugas, kewenangan, dan lain-lain.

3. Mengusulkan agar Pimpinan PusatMuhammadiyah menyusun panduan aplikatif pembimbingan ibadah haji bagi KBIH-KBIH Muhammadiyah dan Aisiyah

4. Mengusulkan terbentuknya wadah dalam rangka pembinaan alumni KBIH Muhammadiyah dan Aisyiyah

GP Ansor Bogor Siap Hadapi Gerakan Radikal













28/06/2011 11:02
Bogor, NU Online
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tengah menghadapi ancaman nyata berupa semakin mewabahnya gerakan radikal dan faham fundamental, yang menggugat kembali eksistensi dan kelangsungan negara.

Demikian diutarakan Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Bogor, Zaenul Mutaqin dalam perbincangan dengan NU Online di Bogor, Selasa (28/6).

Zaenul Mutaqin mengemukakan, eksistensi dan kelangsungan NKRI kini tengah menghadapi ujian yang sangat berat. Berbagai faham dan ajaran keagamaan baru yang datang dari luar, banyak yang menggugat NKRI. "Banyak aliran dan faham baru yang menggugat NKRI, Pancasila, UUD 1945 maupun Bhineka Tunggal Ika. Ini merupakan ancaman yang sangat nyata yang harus diwaspadai bersama," tegas Zaenul.

Oleh karena itu, sebagai upaya membentengi generasi muda Kota Bogor dari faham-faham keagamaan yang bertentangan dengan semangat NKRI, GP Ansor Cabang Kota Bogor menggelar kegiatan Pendidikan Kader Dasar (Diklatsar) yang dilangsungkan selama tiga hari, yakni mulai Sabtu hingga Senin (25-27/6).

Kegiatan tersebut dipusatkan di Yayasan Pendidikan Islam Al-Hamidi, Kecamatan Tanahsareal, dan diikuti 250 orang yang berasal dari 68 kelurahan dan 6 kecamatan se-Kota Bogor.

Dikaltsar GP Ansor Kota Bogor menghadirkan Ketua Umum PP GP Ansor Nusron Wahid sebagai narasumber. Narasumber lainnya yaitu walikota Bogor yang diwakili kepala kantor Dispora, Dandim Bogor, Kapolsek Tanahsareal, dan kepala Kantor Kemenag Kota Bogor.

Menurut Zaenul, GP Ansor siap mengemban kodrat yang dimiliki NU sebagai pengawal setiap NKRI. "NU ditakdirkan terlahir sebagai perumus ideologi bangsa dan pengawal setia NKRI. Karena itu, kami siap mengawal NKRI dari ancaman apapun hingga kapanpun," ujar pria yang menjabat sebagai anggota DPRD Kota Bogor.

Dia menegaskan, "NKRI merupakan hasil ijtihad politik ulama Nusantara yang dipelopori oleh NU. Karena itu, Ansor akan mengawal hasil ijtihad para ulama pendiri NKRI untuk saat ini dan seterusnya"

Sekretaris PC GP Ansor Kota Bogor, Rachmat Imron Hidayat menambahkan, kegiatan Diklatsar tersebut mengetengahkan tema pelestarian budaya Islam tradisional. Pasalnya, Islam tradisional ala Nusantara terbukti mampu berakulturasi dengan kebudayaan lokal. Selain itu, Islam tradisional Indonesia juga sangat ramah dengan keragaman serta memiliki komitmen dalam merawat kelangsungan NKRI.

"NKRI harus diperatahankan bersama. GP Ansor siap menghadapi siapapun yang akan mencabik-cabik keutuhan dan merongrong kelangsungan NKRI," tegas Rachmat.


Redaktur : Syaifullah Amin
Kontributor : Ahmad Fahir

Jumat, 24 Juni 2011

Minimalkan Resiko, Mahasiswa UMY Rakit Robot Pengintai
















Yogyakarta- Teknologi pengambilan gambar maupun video saat ini telah mengalami perkembangan. Namun, hal tersebut disadari sangat berbahaya saat harus melakukan pengambilan gambar atau video dalam reruntuhan bangunan atau terowongan karena berpotensi menimbulkan cidera atau kecelakaan bagi pengguna alat rekam.

Oleh karenanya, sebagai upaya untuk mengurangi tingkat risiko yang ditimbulkan , Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Muhammadyah Yogyakarta (UMY), Muhamad Yusvin Mustar terdorong untuk membuat robot berbentuk tank yang menggunakan kamera Closed Circuit Television (CCTV) wireless dan menggunakan mikrokontroller. Dengan alat tersebut, risiko kecelakaan ketika mengambil gambar atau video dapat dikurangi.

Yusvin menuturkan melalui robot yang dibuatnya, orang dapat memantau sekaligus mengetahui kondisi secara langsung suatu tempat yang diduga berbahaya. “Misalnya bangunan tersebut nyaris roboh, maka robot itu dapat dikendalikan secara jarak jauh sehingga orang tetap bisa memantau keadaan apakah bangunan di dalamnya cukup aman untuk dimasuki atau tidak. Selain itu, robot juga berfungsi untuk mengetahui apakah di dalam ruangan tersebut terdapat benda berbahaya, misalnya bom. Sehingga ketika memang berbahaya, maka risiko kecelakaan dapat dikurangi.,”jelasnya ketika ditemui di Kampus Terpadu UMY, Rabu (22/6).

Ia menuturkan, pada dasarnya robot yang telah dibuatnya tersebut bertujuan agar memudahkan dan mengefisienkan kerja manusia dalam melakukan pengambilan gambar dan video oleh manusia. “Khususnya pada tempat-tempat yang memiliki tingkat kerawanan yang dapat menimbulkan kecelakaan ataupun kesulitan.”urai Yusvin.

Yusvin menjelaskan orang tidak perlu memasuki tempat berbahaya tersebut, dari luar cukup menggerakkan robot berkamera ini menggunakan remote control. "Sehingga orang cukup mengetahui apa yang ada dalam ruangan melalui pantauan robot berkamera yang gambarnya dapat dilihat di layar computer atau laptop. Melalui gambaran tersebut, orang bisa mengambil keputusan atau tindakan yang perlu dilakukan setelah melihat kondisi yang digambarkan oleh robot tersebut,."tambahnya.

Terkait cara kerja robot tersebut, Yusvin menguraikan robot dihidupkan dengan menekan saklar on/off yang berwarna merah yang berada di sisi kanan belakang robot. Sedangkan pada remote terletak pada bagian depan remote yang berwarna putih.

"Setelah robot dan remote dihidupkan, kemudian sistem pengontrolan dicek semua. Dimulai dengan menjalankan sistem navigasi robot, Anda dapat mencoba menjalankan sistem penggerak kamera robot dan terakhir mencoba sistem sensor tabrak. Jika terdapat permasalahan, alat bisa dicek ulang kembali tiap sistem pengontrolan sampai sistem pengontrolan bekerja sesuai fungsinya. Selanjutnya, jika semua sistem dapat bekerja dengan baik, maka Anda dapat beralih pada konfigurasi pada komputer atau laptop,"urainya.

Konfigurasi computer atau laptop dengan menghubungkan antara sistem CCTV wireless yang terdapat pada robot dengan komputer atau laptop sebagai media penampilan data. Wireless merupakan alat yang menghubungkan dua alat untuk bertukar data atau suara tanpa menggunakan media kabel."Merangkai perangkat-perangkat pendukung untuk menampilkan data audio dan video. Setelah semua dapat bekerja dengan baik semua fungsinya robot siap digunakan,"ujarnya.

Dalam penuturannya, robot tersebut dapat bergerak ke depan, mundur ke kanan maupun ke kiri. "Kamera yang digunakan pun juga bisa bergerak ke kanan, kiri, atas, bawah. Orang bisa menggerakkan menggunakan remote. "tambahnya.

Robot ini dapat bekerja optimal pada kondisi jarak 1-11 meter. "Sedangkan ketika hanya untuk menjalankan robot tanpa menggunakan sistem penggerak kamera dan sensor tabrak robot dapat bekerja maksimal pada kondisi jarak 1-27 meter,"tuturnya.

Yusvin menambahkan bahwa robot ini dapat beroperasi di dua tempat baik di dalam maupun luar ruangan. "Selain itu robot dilengkapi dengan sensor tabrak berupa switch yang berada pada bagian depan, belakang, sisi kiri dan kanan robot. Nantinya ketika sensor robot menabrak rintangan di depan atau samping, maka sensor dalam remote control akan menyala sehingga kita dapat mengetahui kondisi robot pada saat mendapat rintangan."katanya.(www.umy.ac.id)

Kamis, 23 Juni 2011

KOLOM: Sejarah "Hitam" Kaum Wahabi















23/06/2011 11:49
Oleh: MN Harisudin

Sejarah NU adalah sejarah perlawanan terhadap kaum Wahabi. Seperti dituturkan KH Abd. Muchith Muzadi, sang Begawan NU dalam kuliah Nahdlatulogi di Ma' had Aly Situbondo dua bulan yang silam, jam'iyyah Nahdlatul Ulama didirikan atas dasar perlawanan terhadap dua kutub ekstrem pemahaman agama dalam Islam. Yaitu: kubu ekstrem kanan yang diwakili kaum Wahabi di Saudi Arabia dan ekstrem kiri yang sekuler dan diwakili oleh Kemal Attartuk di Turki, saat itu. Tidak mengherankan jika kelahiran Nahdlatul Ulama di tahun 1926 M sejatinya merupakan simbol perlawanan terhadap dua kutub ekstrem tersebut.

Hanya saja, kali ini, karena keterbatasan space, saya akan membatasi tulisan ini pada bahasan kutub ekstrem yang pertama, Wahabi. Pun bahwa saya akan membatasi pembahasan Wahabi secara khusus pada sejarah kelamnya di masa lampau, belum pada doktrin-doktrin, tokoh-tokohnya atau juga yang lainnya. Saya berharap bahwa fakta sejarah ini akan dapat kita gunakan untuk memprediksi kehidupan sosial keagamaan kita di masa-masa yang akan datang. Karena bagaimanapun juga, apa yang dilakukan oleh kaum Wahabi saat itu merupakan goresan noda hitam. Goresan noda hitam inilah yang kini mengubah wajah Islam yang sejatinya pro damai menjadi sangat keras dan mengubah Islam yang semula ramah menjadi penuh amarah.


***

Sebagaimana dimaklumi, kaum Wahabi adalah sebuah sekte Islam yang kaku dan keras serta menjadi pengikut Muhammad Ibn Abdul Wahab. Ayahnya, Abdul Wahab, adalah seorang hakim Uyainah pengikut Ahmad Ibn Hanbal. Ibnu Abd Wahab sendiri lahir pada tahun 1703 M/1115 H di Uyainah, masuk daerah Najd yang menjadi belahan Timur kerajaan Saudi Arabia sekarang. Dalam perjalanan sejarahnya, Abdul Wahab, sang ayah harus diberhentikan dari jabatan hakim dan dikeluarkan dari Uyainah pada tahun 1726 M/1139 H karena ulah sang anak yang aneh dan membahayakan tersebut. Kakak kandungnya, Sulaiman bin Abd Wahab mengkritik dan menolak secara panjang lebar tentang pemikiran adik kandungnya tersebut (as-sawaiq al-ilahiyah fi ar-rad al-wahabiyah). (Abdurrahman Wahid: Ilusi Negara Islam, 2009, hlm. 62)

Pemikiran Wahabi yang keras dan kaku ini dipicu oleh pemahaman keagamaan yang mengacu bunyi harfiah teks al-Qur'an maupun al-Hadits. Ini yang menjadikan Wahabi menjadi sangat anti-tradisi, menolak tahlil, maulid Nabi Saw, barzanji, manaqib, dan sebagainya. Pemahaman yang literer ala Wahabi pada akhirnya mengeklusi dan memandang orang-orang di luar Wahabi sebagai orang kafir dan keluar dari Islam. Dus, orang Wahabi merasa dirinya sebagai orang yang paling benar, paling muslim, paling saleh, paling mukmin dan juga paling selamat. Mereka lupa bahwa keselamatan yang sejati tidak ditunjukkan dengan klaim-klaim Wahabi tersebut, melainkan dengan cara beragama yang ikhlas, tulus dan tunduk sepenuhnya pada Allah Swt.

Namun, ironisnya pemahaman keagamaan Wahabi ini ditopang oleh kekuasaan Ibnu Saud yang saat itu menjadi penguasa Najd. Ibnu Saud sendiri adalah seorang politikus yang cerdas yang hanya memanfaatkan dukungan Wahabi, demi untuk meraih kepentingan politiknya belaka. Ibnu Saud misalnya meminta kompensasi jaminan Ibnu Abdul Wahab agar tidak mengganggu kebiasaannya mengumpulkan upeti tahunan dari penduduk Dir'iyyah. Koalisipun dibangun secara permanen untuk meneguhkan keduanya. Jika sebelum bergabung dengan kekuasaan, Ibnu Abdul Wahab telah melakukan kekerasan dengan membid'ahkan dan mengkafirkan orang di luar mereka, maka ketika kekuasaan Ibnu Saud menopangnya, Ibnu Abdul Wahab sontak melakukan kekerasan untuk menghabisi orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.

Pada tahun 1746 M/1159 H, koalisi Ibnu Abdul Wahab dan Ibnu Saud memproklamirkan jihad melawan siapapun yang berbeda pemahaman tauhid dengan mereka. Mereka tak segan-segan menyerang yang tidak sepaham dengan tuduhan syirik, murtad dan kafir. Setiap muslim yang tidak sepaham dengan mereka dianggap murtad, yang oleh karenanya, boleh dan bahkan wajib diperangi. Sementara, predikat muslim menurut Wahabi, hanya merujuk secara eklusif pada pengikut Wahabi, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Unwan al-Majd fi Tarikh an-Najd. Tahun 1802 M /1217 H, Wahabi menyerang Karbala dan membunuh mayoritas penduduknya yang mereka temui baik di pasar maupun di rumah, termasuk anak-anak dan wanita.

Tak lama kemudian, yaitu tahun 1805 M/1220 H, Wahabi merebut kota Madinah. Satu tahun berikutnya, Wahabi pun menguasai kota Mekah. Di dua kota ini, Wahabi mendudukinya selama enam tahun setengah. Para ulama dipaksa sumpah setia dalam todongan senjata. Pembantaian demi pembantaian pun dimulai. Wahabi pun melakukan penghancuran besar-besaran terhadap bangunan bersejarah dan pekuburan, pembakaran buku-buku selain al-Qur'an dan al-Hadits, pembacaan puisi Barzanji, pembacaan beberapa mau'idzah hasanah sebelum khutbah Jumat, larangan memiliki rokok dan menghisapnya bahkan sempat mengharamkan kopi.

Tercatat dalam sejarah, Wahabi selalu menggunakan jalan kekerasan baik secara doktrinal, kultural maupun sosial. Misalnya, dalam penaklukan jazirah Arab hingga tahun 1920-an, lebih dari 400 ribu umat Islam telah dibunuh dan dieksekusi secara publik, termasuk anak-anak dan wanita. (Hamid Algar: Wahabism, A Critical Essay, hlm. 42). Ketika berkuasa di Hijaz, Wahabi menyembelih Syaikh Abdullah Zawawi, guru para ulama Madzhab Syafii, meskipun umur beliau sudah sembilan puluh tahun. (M. Idrus Romli: Buku Pintar Berdebat dengan Wahabi, 2010, hlm. 27). Di samping itu, kekayaan dan para wanita di daerah yang ditaklukkan Wahabi, acapkali juga dibawa mereka sebagai harta rampasan perang.

Di sini, setidaknya kita melihat dua hal tipologi Wahabi yang senantiasa memaksakan kehendak pemikirannya. Pertama, ketika belum memiliki kekuatan fisik dan militer, Wahabi melakukan kekerasan secara doktrinal, intelektual dan psikologis dengan menyerang siapapun yang berbeda dengan mereka sebagai murtad, musyrik dan kafir. Kedua, setelah mereka memiliki kekuatan fisik dan militer, tuduhan-tuduhan tersebut dilanjutkan dengan kekerasan fisik dengan cara amputasi, pemukulan dan bahkan pembunuhan. Ironisnya, Wahabi ini menyebut yang apa yang dilakukannya sebagai dakwah dan amar maruf nahi mungkar yang menjadi intisari ajaran Islam.

***

Membanjirnya buku-buku Wahabi di Toko Buku Gramedia, Toga Mas, dan sebagainya akhir-akhir ini, hemat saya, adalah merupakan teror dan jalan kekerasan yang ditempuh kaum Wahabi secara doktrinal, intelektual dan sekaligus psikologis terhadap umat Islam di Indonesia. Wahabi Indonesia yang merasa masih lemah saat ini menilai bahwa cara efektif yang bisa dilakukan adalah dengan membid'ahkan, memurtadkan, memusyrikkan dan mengkafirkan orang yang berada di luar mereka. Jumlah mereka yang minoritas hanya memungkinkan mereka untuk melakukan jalan tersebut di tengah-tengah kran demokrasi yang dibuka lebar-lebar untuk mereka.

Saya yakin seyakin-yakinnya jika suatu saat nanti kaum Wahabi di negeri ini memiliki kekuasaan yang berlebih dan kekuatan militer di negeri ini, mereka akan menggunakan cara-cara kekerasan dengan pembantaian dan pembunuhan terhadap sesama muslim yang tidak satu paham dengan mereka. Jika wong NU, jam'iyyah Nahdlatul Ulama, dan ormas lain yang satu barisan dengan keislaman yang moderat dan rahmatan lil alamien tidak mampu membentenginya, saya membayangkan Indonesia yang kelak menjadi Arab Saudi jilid kedua. Saya tidak dapat membayangkan betapa mirisnya jika para kiai dan ulama kita kelak akan menjadi korban pembantaian kaum Wahabi, terutama ketika mereka sedang berkuasa di negeri ini. Naudzubillah wa naudzubilah min dzalik.
Wallahualam. **

* Wakil Sekretaris PCNU Jember, Wakil Sekretaris Yayasan Pendidikan Nahdaltul Ulama Jember, PW Lajnah Talif wa an-Nasyr NU Jawa Timur dan kini menjabat sebagai Deputi Direktur Salsabila Group.

Selasa, 21 Juni 2011

Gendhing Bahana UAD Bercerita di tiga Kampus







Sabtu, 18-06-2011
Yogyakarta- Seni merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang sejajar dengan perkembangan manusia, khususnya perihal yang berhubungan dengan kreativitas manusia. Kehadiran seni tidak akan lepas dari hal-hal yang bersifat keindahan, karena hakikat yang mendasari kesucian dalam berkesenian adalah nurani. Nurani adalah rumah bagi segala unsur dan zat yang direkam oleh indra manusia.

Nurani merupakan pintu bagi seni untuk menemukan jati dirinya. Tetapi, kesejatian itu akan tumbuh jika kesenian mampu menjelma dari aku lirik menjadi aku publik. Artinya, sesuatu yang dirasakan oleh seorang atau sekelompok seniman akan memiliki makna lebih jika dilayarkan ke tengah masyarakat umum. Inilah salah satu alasan yang mendasari kelompok Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gendhing Bahana Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta (UAD) Yogyakarta berkeliling kampus untuk memperkenalkan kebudayaan gamelan dan kesejatian diri mereka dalam bergamelan.

Dalam pementasan kelilingnya kali ini, Gendhing Bahana mengangkat tema "Gamelan bercerita". Mereka mencoba bercerita melalui keahlian bermusik mereka (khususnya gamelan) dengan membawakan enam lagu yang tidak asing lagi, seperti: Nyundha Layang, Swara Suling, Lir-Ilir, Jaranan, Mayar Sewu, Sluku-sluku Bathok dan Pantun Panuntun. "Ini adalah bukti eksistensi kami. Semoga enam lagu yang akan kami pentaskan nanti mampu menyadarkan mahasiswa dan masyarakat kampus khususnya dan khalayak umumnya tentang pentingnya menjaga kelestarian kebuadayaan nusantara. Kewajiban ini bukan hanya tertuju pada kami, tapi untuk kita semua." ungkap Ririn Rahmawati salah satu panitia sekaligus pemain dalam pementasan tersebut.

"Pementasan di Hall kampus UAD II hari ini (Rabu, 15 Juni 2011) adalah pentas kedua kami. Sebelumnya kami sudah perform di Hall kampus I UAD, Jl. Kapas 9, Semaki, Yokyakarta pada tanggal 13 Juni kemarin. Pentas kami ini akan bermuara di kampus UAD III, Jl. Prof. Soepomo, Janturan, Warung Boto, Yogyakarta pada taggal 18 Juni nanti. Semoga dengan pentas keliling tiga kampus ini, para mahasiswa sadar akan kehadiran gamelan sebagai bagian dari kebudayaan bangsa yang harus dilestarikan, dan Gendhing Bahana sebagai salah satu komunitas yang aktif melestarikannya." tegas Antin Setiyani, mahasiswa smester 6 prodi Sastra Inggris yang menjabat sebagai ketua Gendhing Bahana sesaat sebelum acara dimulai.(www.uad.ac.id)

Warta: Memecah Gelombang Gerakan Wahabi di Kampung Nelayan (1)











21/06/2011 15:47


Jepara, NU Online
Kompleksnya problem yang dihadapi oleh Nelayan mulai dari ketidakstabilan harga hasil tangkapan (ikan), maraknya praktik-praktik kelautan yang merugikan nelayan (Industrialisasi wilayah pesisir dan penambangan pasir), konflik antar nelayan karena penggunaan alat tangkap modern (trawl/cothok/arad), mendorong Lakpesdam NU Jepara untuk melakukan pendampingan terhadap Nelayan.

Pendampingan Nelayan khususnya nelayan Jepara utara yang tergabung dalam wadah Fornel (Forum Nelayan). Fornel Merupakan gabunagan dari 20 kelompok nelayan di wilayah Jepara utara (Kecamatan Mlonggo, Kecamatan Bangsri, Kecamatan Kembang, Kecamatan Keling dan Kecamatan Donorojo). Jika di lihat dari panjang pantai Jepara kurang lebih 80 Kilo Meter, Fornel ada di separo panjang pantai Jepara dan merupakan daerah rawan konflik baik dengan nelayan lokal sendiri maupun nelayan dari luar Jepara.

Sementara itu advokasi Lakpesdam NU Jepara pada Fornel dilakukan sejak Tahun 2007, di awali oleh kasus kerusakan jaring nelayan karena tertabrak kapal pengangkut batu bara yang menyuplai PLTU Tanjung Jati B, Lakpesdam NU melakukan advokasi secara intens sampai didapatkanya ganti rugi dari pihak PLTU TJB.

Proses pergumulan dan advokasi ini terus dilakukan seolah tanpa mengenal lelah, dalam perkembangannya ranah advokasi Lakpesdam NU terhadap nelayan tidak hanya konflik nelayan dengan PLTU TJB tetapi Lakpesdam NU juga melakukan advokasi dalam hal kebijakan anggaran, proses penyusunan regulasi yang mengatur pengelolaan kelauatan, perikanan, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan akses jaminan kesehatan masyarakat maupun jaminan kesehatan daerah, serta akses pemenuhan hak dasar lainya.

Dalam melakukan advokasi ini Lakpesdam melakukan jejaring dengan lembaga-lembaga yang konsen terhadap nelayan diantaranya YAPHI Solo, LBH-Semarang, Layar Nusantara, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan termasuk dengan Pemerintah Daerah dan DPRD.

Proses mendinamisir masyarakat Nelayan berjalan secara baik, namun disekitar Tahun 2010 berawal dari tingginya kasus kerusakan jarring nelayan oleh kapal pengangkut batu bara yang mencapai 25 kasus lebih dalam kurun waktu tidak kurang dua bulan mendorong FORNEL bersama dengan Lakpesdam NU, YAPHI dan LBH-Semarang melakukan negosiasi dengan pihak PLTU TJB secara lebih intens.

Beberapa upaya dilakukan diataranya meminta Pemerintah Kabupaten dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk memfasilitasi dan memediasi namun berakhir dengan kekecewaan, sehingga upaya melakukan negosiasi secara langsung dilakukan, pada saat itulah derasnya gelombang pemberitaan media tentang kasus ini, mendorong juga PLTU TJB melakukan langkah-langkah persuasif diantaranya meminta bantuan Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI) yang merupakan organ taktis dari sebuah partai Islam yang dekat dengan gerakan Wahabi untuk melakukan lobi-lobi dengan nelayan.

Negosiasi berjalan alot dan panjang, nelayan bersama Lakpesdam NU dan jaringan berbenturan dengan PLTU TJB, PT. PLN Persero dan PPNSI, hasil pertemuan atau negosiasi itu menghasilkan beberapa kesepakatan, beberapa kesepakatan itu diataranya; 1). Kesanggupan pihak PLTU TJB memberikan ganti rugi, 2). Adanya nota kesepahaman dan mekanisme penyelesaian jangka panjang jika terjadi kerugian nelayan dikemudian hari sebagai akibat dari aktivitas PLTU TJB secara umum.

Bertitik dari situlah kemudian advokasi Lakpesdam NU tidak hanya sebatas menuntut hak nelayan secara matriil, tapi advokasi ideolagi Ke-NU-an nelayan menjadi pekerjaan tambahan yang harus digarap secara serius, karena mayoritas nelayan yang tergabung dalam Fornel merupakan Jamaah NU. Semangat ini yang terus dikobarkan dalam diri person-person Lakpesdam NU Jepara. (bersambung)

















Memecah Gelombang Gerakan Wahabi di Kampung Nelayan
(BAGIAN 2)

Jepara, NU Online
Perkembangan dinamika sosial-ekonomi dan politik lokal memiliki dampak yang signifikan terhadap perjuangan Lakpesdam NU dalam menyelamatkan idiologi ke-NU-an nelayan, sehingga perjuangan ini juga mengalami fase pasang surut, sementara itu gerakan massive terus dilakukan oleh wahabi bersama organ-organ politik maupun taktisnya.

Menyikapi kondisi ini, konsolidasi dan koordinasi terus dibangun oleh Lakpesdam NU dalam rangkan membendung gerakan wahabi. Titik kritisnya adalah ketika tanggal 29 Mei 2011 dimana PPNSI sebagai bagian dari organ taktis wahabi secara terang-terangan menyampaikan maksudnya untuk menggabungkan Fornel ke dalam organisasi mereka.

Untuk membendung ini berbagai upaya dilakukan Lakpesdam NU diantaranya melakukan pendekatan dengan kelompok Nelayan di Desa Bandungharjo Kecamatan Donorojo yang merupakan salah satu kelompok nelayan yang tergabung dalam Fornel, desa ini merupakan daerah nelayan basis NU paling kuat, asumsi ini berdasarkan pada kondisi sosial dan kultur masyarakatnya yang cenderung pada kultur dan struktural NU. Selain itu Lakpesdam NU Jepara juga melakukan komunikasi dengan beberapa partai politik yang memiliki masa Nelayan yang tergabung di Fornel.

Bukan hal yang sia-sia konsolidasi yang dilakukan oleh Lakpesdam NU, ketidak sia-sian ini didapatkan ketika puncak acara deklarasi yang direncanakan oleh PPNSI di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Mlonggo tepatnya di Desa Jambu tanggal 29 Mei 2011 lalu.

Kemasan acara deklarasi yang cukup elegan di buat oleh PPNSI, yaitu acara sarasehan PPNSI dan Fornel bertajuk “Bersama Membangun Kemandirian dan Kesejahteraan Nelayan” dengan pembicara dari DPP PPNSI dan Lakpesdam NU serta mendatangkan jajaran pengurus DPP, DPW dan DPD PPNSI serta anggota DPR RI komisi X dari PKS Martri Agoeng dan dua anggota DPRD Jepara dari PKS.

Puncak acara deklarasi adalah dengan dibacakanya naskah oleh ketua Fornel, dimana dalam naskah tersebut menyatakan bahwa Fornel bergabung Bersama PPNSI, mungkin bagi PPNSI Nelayan adalah masyarakat marjinal dan mudah dibodohi. Fakta berbicara lain, ketika proses penandatanganan naskah akan dilakukan seorang anggota kelompok Nelayan dari Desa Bandungharjo bernama Sugeng menangkap kejanggalan dengan subtansi naskah deklarasi, dia meminta agar ada perubahan redaksi kalimat Bergabung Bersama diubah menjadi Bersama-sama, dia beralasan bahwa Fornel itu sejajar dengan PPNSI maupun organisasi masyarakat yang lainya. Fornel merupakan gabungan kelompok-kelompok nelayan yang anggotanya terdiri dari lintas partai, agama dan etnis.

Kondisi ini sontak membuat forum berubah terlebih ini seolah menjadi pukulan telak bagi jajaran PPNSI dan anggota DPR RI maupun DPRD PKS. Mereka tidak menduga kalau hal ini terjadi sehingga penyematan secara simbolis kartu anggotapun hampir saja terlupakan, meskipun akhirnya dilakukan. Ini adalah gambaran titik awal penyelamatan jaamah NU dari gerakan wahabi di wilayah pesisir yang dilakukan oleh Lakpesdam NU Jepara, tentu saja tidak hanya berhenti disini.

Agenda NU

Jepara hanya contoh kecil dari gelombang dan arus gerakan wahabi di wilayah pesisir, namun melihat fakta lapangan di Jepara bukan tidak mungkin masih banyak lagi daerah-daerah pesisir yang menjadi incaran gerakan wahabi dalam rangka merongrong ideologi warga Nahdiyin. Maka NU perlu Pertama, memikirkan dan bertindak secara seksama, bijak serta melakukan kajian mendalam, jangan sampai masyarakat Nelayan yang notabene hampir sebagian besar adalah warga Nahdliyin ini hilang ideologi ke-NU-annya, Kedua, NU harus melakukan koordinasi dan konsolidasi di kawasan pesisir (baca; Nelayan) baik secara struktural maupun kultural.

Ketiga, NU kiranya perlu membentuk Lembaga yang khusus dan konsen terhadap Nelayan (Kelautan dan Perikanan), semangat pemisahan sektor kelautan dan perikanan dari pertanian yang dilakukan ketika masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid belum diejawantahkan kedalam NU. Disisi lain, lembaga-lembaga yang dimiliki oleh NU belum ada yang secara khusus menangani Nelayan, selama ini yang ada Lembaga Pertanian (LP) NU, LP NU secara kelembagaan tentu saja tidak bisa mencakup Nelayan.

Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Badiul Hadi

Jumat, 17 Juni 2011

WARTA: Perempuan Saudi Menentang Larangan Mengemudi



















18/06/2011 11:36
Riyadh, NU Onlline
Perempuan Saudi bersiap menentang larangan mengemudi, Jumat ini atau sebulan setelah Manal al-Sharif dipenjara karena menyetir dan memasang gambar aksi pembangkangannya secara online.

Demonstrasi itu adalah puncak dari kampanye online selama dua bulan menunggangi angin yang disebut "Arab spring" (revolusi Arab) yang menyebarkan revolusi massa ke seluruh kawasan Arab dan telah menggulingkan dua rezim.

Tetapi, alih-alih mengorganisir demonstrasi, para perempuan yang memiliki SIM yang mereka peroleh di luar negeri itu diimbau tetap ada di balik kemudi dan menjalankan tugas mereka dengan tenang tanpa mengandalkan sopir pria.

Laman utama kampanye mereka lewat Facebook, Women2Drive, menjelaskan bahwa aksi itu akan mulai Jumat ini dan tetap berlangsung "hingga dikeluarkan dekrit kerajaan yang membolehkan perempuan mengemudi."

Kaum perempuan Arab Saudi menghadapi serangkaian pembatasan, mulai dari harus menutup kepala hingga kaki di depan publik dan mensyaratkan pria mendamping perempuan saat bepergian, sampai hanya punya akses terbatas ke pekerjaan karena aturan ketat pemisahan jenis kelamin.

Pelarangan itu membuat para perempuan harus membayar sopir asing yang gajinya masuk dalam pengeluaran rumah angga mereka. Bila tak mampu menggaji sopir, maka mereka harus mengandalkan anggota keluarga laki-laki mereka untuk mengantar.

"Pihak berwenang Arab Saudi harus berhenti memperlakukan perempuan sebagai warga kelas dua dan membuka jalan-jalan kerajaan bagi pengemudi perempuan," kata Amnesti Internasional yang berbasis di London, seperti dikutip AFP, Kamis.

"Tidak memperbolehkan perempuan berada di balik kemudi di Arab Saudi adalah penghalang besar bagi gerakan kebebasan, dan sungguh membatasi kemampuan wanita dalam beraktivitas sehari-hari padahal mereka sehat, seperti untuk pergi bekerja atau ke supermarket, atau menjemput anak-anak dari sekolah," kata Philip Luther, Wakil Direktur Amnesti Internasional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.

Tidak ada undang-undang yang melarang perempuan mengemudi di kerajaan kaya minyak itu, tapi kementerian dalam negeri memberlakukan peraturan berdasarkan fatwa dengan menetapkan perempuan tidak diijinkan mengemudi.

Demonstrasi massal terakhir melawan pelarangan itu digelar pada November 1990 saat sekelompok perempuan memukau para pria Saudi dengan mengemudi di sekitar Riyadh dalam 15 mobil sebelum kemudian mereka ditahan.

Waktu itu para perempuan tersebut dipancing oleh pandangan tentara perempuan AS yang lagi ambil bagian dalam Perang Teluk pertama untuk mengendarai kendaraan militer di negara mereka sendiri, padahal itu terlarang bagi mereka.

Beberapa di antara mereka dilaporkan mengatakan bahwa karena negara mereka dalam perang setelah pasukan Irak menginvasi negara tetangga, Kuwait, mereka merasa seperti "orang yang mudah diserang" karena mereka tidak bisa mengemudikan kendaraan padahal mereka juga perlu menyelamatkan keluarga mereka.

Ke-47 perempuan yang ikut dalam protes itu dihukum berat di mana diantaranya ditangguhkan dari pekerjaannya sebagai PNS, sedangkan atasan pria mereka ditegur. Mereka juga menghadapi kampanye fitnah lewat pamflet yang menyebut mereka pelacur.

Belum lama ini, seorang perempuan Saudi yang melanggar larangan itu berusaha menguji aturan itu di depan mereka yang berdemonstrasi. Seketika dia dikenai sanksi keras.

Manal al-Sharif, seorang ibu berusia 32 tahun, harus berada di balik jeruji selama dua minggu, bulan lalu, karena menentang larangan itu lebih dari satu kali dan memasang sebuah video di internet yang menunjukkan dia mengemudi di sekitar timur provinsi.

Raja Abdullah diminta oleh 3.345 orang untuk campur tangan demi wanita itu, sementara sekitar 24.000 orang mengungkapkan dukungan di halaman Facebook meminta pembebasannya.

Tindakan Sharif berlaku beberapa hari setelah perempuan Saudi lain, Najla al-Hariri, mengemudi di wilayah barat Jeddah selama beberapa hari sebagai isyarat tuntutannya atas haknya untuk mengemudi.

Enam perempuan lainnya ditahan selama beberapa jam minggu lalu setelah tertangkap belajar mengemudi di jalan kosong di Riyadh utara. Mereka dilepas setelah pengawal pria mereka dipanggil polisi dan menandatangani janji untuk tidak mengemudi.

"Bila anda ditangkap, jangan takut. Anda hanya akan diminta menandatangani janji," untuk tidak mengemudi, tulis salah satu dari beberapa rekomendasi yang dipasang dalam kampanye di laman Facebook.

Redaktur: Mukafi Niam
Sumber : Antara

Selasa, 14 Juni 2011

Warta: PBNU: Sekolah yang Tak Mau Upacara Bendera Sebaiknya Dibimbing Dahulu













Jakarta, NU Online
Ketua PBNU Slamet Effendy Yusuf berpendapat sekolah-sekolah yang selama ini tidak mau menyelenggarakan upacara bendera, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan tidak sepakat dengan Pancasila sebaiknya dibimbing dahulu, tidak perlu ditutup.

“Perlu dilakukan pendekatan, diberi pengartian perbedaan antara menyembah dengan member hormat dalam konteks sosial,” katanya di gedung PBNU, Selasa (14/6).

Ia menjelaskan, adanya sekolah yang bersikap seperti itu juga dikarenakan karena selama ini tidak ada pengawasan pasca runtuhnya Orde Baru mengenai ideologi negara sehingga ada ada kelalaian dari Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama sebagai kementerian yang membawahi sekolah dan madrasah.

Dijelaskannya, pendapat tentang haramnya menghormati bendera dan menyanyikan lagu Indonesia raya bukan hanya di daerah. Ia mengenal ulama dari ormas Islam kanan yang juga mengharamkan hal tersebut karena mengikuti fatwa dari ulama di Saudi Arabia.

Ia mencontohkan fenomena seperti itu seperti sungkem kepada orang tua. Hal ini tidak dapat disamakan dengan menyembah orang tua, tetapi sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua. “Dalam kehidupan kebangsaan juga seperti itu,” paparnya.

Dalam penetahuannya, pada penutupan acara di TV yang menggunakan lagu kebangsaan bukan hanya tejadi di Indonesia, tetapi Arab Saudi yang dikenal sebagai negara Islam konservatif dan menjadi rujukan kelompok Islam wahhabi juga melakukannya.

Penulis: Mukafi Niam

LSBO Selenggarakan Dialog Buku "Hikayat Kata"











Senin, 13-06-2011
Yogyakarta- Lembaga Seni Budaya dan Olahraga Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerja sama dengan Universitas Ahmad Dahla , Rabu(8/6/11) mengadakan acara dialog dan peluncuran buku Hikayat Kata oleh Bambang Widiatmoko di kantor PP Muhammadiyah.

Bambang Widiatmoko menulis sebuah buku baru dengan mengisahkan pribadinya serta kekaguman pada sosok perempuan. Dengan latar belakang yang dulunya penulis tidak mempercayai kaum perempuan, kini dia menulis gambaran kekaguman pada seorang perempuan. Hal ini yang sangat menarik untuk para pembaca sekaligus penikmat.

Acara tersebut dihadiri tidak kurang dari 40 orang, dengan beberapa tokoh penting seperti Prof.Dr. Rahmat Djoko Pradopo(Guru besar Sastra UGM) Nur Sahid, Sugihastutik(Dosen FIB UGM), Rina ratih( dosen AD selaku pemateri),Nanang Arizona(moderator acara) dan Jabrohim selaku ketua LSBO.

Rina ratih selaku pemateri mengatakan bahwa, penyair yang menulis dirinya ingin pulang, adalah mempunyai makna yang sangat luas dengan sajak sajak dan fungsi bahasa yang lengkap. "Kata-kata yang tersirat dalam tulisannya bnyak menggunakan kata mungkinkah, bisakah dan tersirat keputusasaan. Si penulis juga dalam rangka mencari jatidiri dan menemukan cinta suci yang dtuangkan dalam karya puisinya cinta air mata. Penyair sengaja tidak mencamtumkan nama, tanggal, dan penciptaan karena puisi diciptaka oleh sesuatu yang dimaknai saja dan merupakan potret keadaan yang menarik yang sekejap dilihatnya,” jelasnya.

Sugihastutik juga menambahkan , sajak yang paling menarik dari karya karya pak bambang adalah puisi ke 74 “ sajak tentang perempuan” bagi sugihastutik, puisi ini sangat elok untuk dimaknai. Acara yang berlangsung kurang lebih 2 jam dengan pembahasan yang sangat menarik ini, sangat cocok untuk penikmat puisi yang bersajak lembut dengan makna yang dalam.

Kolom: ISLAMISME (5) Jamaah Tabligh















13/06/2011 13:01
H As'ad Said Ali


Jamaah Tabligh didirikan oleh syeikh Muhammad Ilyas bin Syeikh Muhammad Ismail, bermazhab Hanafi, Dyupandi, al-Jisyti, Kandahlawi (1303-1364 H). Syeikh Ilyas dilahirkan di Kandahlah sebuah desa di Saharnapur, India. Ilyas sebelumnya seorang pimpinan militer Pakistan yang belajar ilmu agama, menuntut ilmu di desanya, kemudian pindah ke Delhi sampai berhasil menyelesaikan pelajarannya di sekolah Dioband, kemudian diterima di Jam’iyah Islamiyah fakultas syari’ah selesai tahun 1398 H. Sekolah Dioband ini merupakan sekolah terbesar untuk pengikut Imam Hanafi di anak benua India yang didirikan pada tahun 1283H/1867M.

Di Indonesia, hanya membutuhkan waktu dua dekade, Jamaah Tabligh (JT) sudah menggurita. Hampir tidak ada kota di Indonesia yang belum tersentuh oleh model dakwah mereka. Tanda kebesaran dan keluasan pengaruhnya sudah ditunjukkan pada saat mengadakan “pertemuan nasional” di Pesantren Al-Fatah Desa Temboro, Magetan, Jawa Timur pada tahun 2004. Kenyataan ini sungguh di luar dugaan untuk sebuah organisasi yang relatif baru dan tidak mempunyai akar di Indonesia.

Merebaknya JT sebenarnya hanyalah salah satu sekuen dari perkembangan serupa di banyak negara. Kelompok ini sekarang sedang mewabah di seluruh dunia, dan menjadi ujung tombak gerakan islamisasi di negara-negara atau daerah-daerah non-muslim. Mereka bisa karena menawarkan format Islam yang lebih ramah, sederhana, sentuhan personal serta tekanan pengayaan spritualitas personal. Format semacam ini bagaimanapun mengisi ruang kosong yang ditinggakan oleh kapitalisme dan modernisme.

Meskipun demikian, JT tetap menimbulkan kontroversi. Sebagian kalangan menuduh kelompok ini adalah bagian dari jaringan Islam garis keras. Namun, sebagian lainnya, justru berpendapat berbeda. JT dianggap semata-mata komunitas dakwah yang bersifat apolitis. Adanya perbedaaan pandangan yang sangat tersebut menunjukkan komunitasnya ini sesungguhnya belum banyak dieksplorasi sehingga tidak mudah dipahami. Hal ini sebenarnya wajar, mengingat komunitas ini relatif kurang terbuka kepada publik.

Pemikiran Dasar

Dalam gerakan Islam kontemporer, Jamaah Tabligh adalah gerakan dakwah yang mempunyai pengikut yang terbesar, pengikutnya hampir ada di setiap negara baik yang dihuni oleh mayoritas muslim maupun non Muslim. Banyaknya pengikut Jamaah Tabligh di berbagai negara tidak terlepas dari pemikiran yang ditawarkan Jamaah Tabligh kepada pengikutnya. Ada dua prinsip yang sangat fundamental bagi Jamaah Tabligh yaitu tidak melibatkan diri dalam politik praktis dan tidak membahas masalah keagamaan yang bersifat khilafiyah.

Pemikiran Jamaah Tabligh lebih jauh bisa dikatakan bertolak belakang secara diametral dengan gerakan dakwah Islam lainnya. Sedikitnya ada empat prinsip dalam Jamaah Tabligh yang paradoks dengan gerakan dakwah Islam lain;

Pertama, menurut Jamaah Tabligh, pada saat ini pintu ijtihad sudah ditutup. Sebab menurut Jamaah Tabligh, syarat-syarat ijtihad yang dikemukakan ulama salaf sudah tidak ada lagi di kalangan ulama saat ini. Karena itu, ada keharusan bagi kaum muslimin untuk bertaklid. Pemikiran sangat bertentangan dengan pemikiran Muhammad Abduh, pemikir muslim dari Mesir, yang membuka pintu ijtihad seluas-luasnya agar kaum muslimin dapat maju.

Kedua, pendekatan dakwah dan ibadah yang digunakan adalah dengan cara tasawuf, tidak dengan politik, sosial, budaya ataupun perlawanan bersenjata. Sebab Jamaah Tabligh sangat meyakini bahwa tasawuf adalah cara untuk mewujudkan hubungan dengan Allah dan memperoleh kelezatan iman. Mengutamakan ibadah mahdhoh, sebagaimana tasawuf, banyak ditentang oleh gerakan Islam lainnya terutama oleh gerakan Wahabi, Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin dll.

Ketiga, Jamaah Tabligh tidak memandang perlu nahi munkar, dengan alasan bahwa fase sekarang menurut Jamaah Tabligh adalah fase mewujudkan iklim yang kondusif bagi masuknya kaum muslimin ke dalam Jamaah mereka. Dengan prinsip ini, kehadiran Jamaah Tabligh di berbagai tempat nyaris tak mendapat resistensi. Prinsip ini banyak mendapat kritik dari berbagai kalangan pemikir Islam, sebab dengan demikian (tanpa nahi munkar) Islam seperti agama Hindu, hanya menyeru kebaikan, tanpa mau mencegah kemunkaran.

Keempat, Jamaah Tabligh memisahkan antara agama dan politik. Setiap anggota tidak berhak mengkaji politik atau terjun ke dalam urusan yang berhubungan dengan pemerintahan. Sebab menurut Jamaah Tabligh politik praktis hanya akan membawa kepada perpecahan.

Konsep Khuruj

Salah satu ciri khas gerakan Jamaah Tabligh adalah adanya konsep khuruj (keluar untuk berdakwah). Dalam konsepsi Jamaah Tabligh, seseorang akan dianggap sebagai pengikut Jamaah Tabligh, jika sudah turut serta dalam khuruj. Sebab khuruj bagi Jamaah Tabligh merupakan sebuah kewajiban.

Konsep khuruj yang dibangun Jamaah Tabligh berdasarkan landasan teologis pimpinan Jamaah Tabligh. Landasan hukum khuruj bagi jamaah tabligh berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an (Al-Imran : 104 dan Al-Imran :110).

Begitu juga dengan hadist, khuruj didasarkan pada satu hadits Nabi yang berbunyi "apabila ummatku di akhir zaman mengorbankan 1/10 waktunya di jalan Allah, akan diselamatkan." Maka setiap hari mereka juga harus menyisakan 2,5 jam waktu mereka untuk berdakwah. Yang lebih menekankan kepada aspek pembinaan suluk/akhlak, ibadah-ibadah tertentu seperti dzikir, zuhud, dan sabar.

Penafsiran akan arti khuruj yang dimaksud oleh ayat di atas, berdasarkan mimpi pendiri Jama’ah Tabligh ini, yakni Maulana Ilyas Al-Kandahlawi, yang bermimpi tentang tafsir Al-Qur’an Surat Ali Imran 110 yang berbunyi : “Kuntum khoiru ummatin ukhrijat linnasi …” menurutnya kata ukhrijat dengan makna keluar untuk mengadakan perjalanan (siyahah).

Konsep khuruj dalam aplikasinya terdiri dari tiga tahap;
• 3 hari dalam sebulan
• 40 hari dalam setahun
• 4 bulan sekali dalam hidup

Dalam khuruj yang dilakukan, tempat dan target dakwah sudah ditentukan. Biasanya mereka yang khuruj berkelompok terdiri dari 5-10 orang. Mereka biasanya diseleksi oleh anggota syura Jamaah Tabligh siapa saja yang layak untuk khuruj. Mereka yang khuruj dikirim ke berbagai kampung yang telah ditentukan. Di kampung tempat berdakwah, para Jamaah Tabligh ini, menjadikan masjid sebagai base camp. Kemudian mereka berpencar ke rumah-rumah penduduk untuk mengajak masyarakat lokal untuk menghadiri pertemuan di masjid dan mereka akan menyampaikan pesan-pesan keagamaan.

Konteks Politik

Apabila mencermati ajaran dan metode dakwahnya, JT memang tetap setia dengan pendekatan non-politik. Pendekatan ini telah sukses menarik kalangan non-muslim maupun muslim yang kurang taat untuk menjaid muslim shaleh.

Namun, JT sesungguhnya tidak pernah menarik garis tegas dengan gerakan-gerakan Islam radikal. Oleh karena itu, politisasi JT selalu terjadi. Hal ini ditunjang oleh metode pembinaan pasca tabligh yang lemah, menjadikan massa penganut JT mudah dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok Islam lainnya.

Inilah yang terjadi di Pakistan. Konstituen JT yang meluas pada akhirnya dimanfaatkan oleh beragam kekuatan. Presiden Pakistan, Mohammad Rafique Tarar dan Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif, adalah tokoh penting yang pernah memfasilitasi perkembangan JT di Pakistan. Sayangnya, JT juga pernah terlibat usaha kudeta militer di Pakistan pada tahun 1995. Di samping itu, beberapa anggotanya juga terlibat dalam organisasi Harakat ul-Mujahideen, sebuah kelompok Islam garis keras di Pakistan.

Sekarang ini bahkan diyakini bahwa sebagian besar pendukung Taliban di Afganistan, juga merupakan konstituen JT.

Jaringan Jamaah Tabligh

Pengikut Jamaah Tabligh tersebar di lima benua terdiri dari 215 negara. Adapun pusat Jamaah Tabligh berada di perkampungan Nidzammudin, Delhi, India. Mereka memiliki masjid sebagai pusat tabligh yang dikelilingi oleh 4 kuburan wali. Dari Niszamudin inilah gerakan Jamaah Tabligh dikendalikan.

Meski pusat gerakan di India, namun negara lainnya seperti Banglades dan Pakistan tidak kurang pentingnya dalam gerakan Jamaah Tabligh. Sehingga poros India-Pakistan-Bangladesh, menjadi semacam base camp bagi para aktivis jamaah tabligh. Setiap orang disarankan meluangkan empat bulan khuruj-nya ke tiga negara di Asia Selatan tersebut. Sebab ketiga negara tersebut, India-Pakistan-Bangladesh bisa diibaratkan sebagai centre of excellence sebagaimana Universitas Al-Azhar, Madinah, Harvard, Oxford, atau MIT bagi ilmu-ilmu.

Pentingnya ketiga tempat ini, terlihat dari antusiasnya anggota jamaah Tabligh dalam menghadiri acara ijtima’ yang diadakan setiap tahun. Pada tahun 1998 telah diadakan konferensi internasional tahunan di Raiwind dekat Lahore dan di Tongi dekat Dhaka, Banglades, yang telah dihadiri lebih dari satu juta kaum muslimin dari 94 negara. Konferensi internasional Jamaah Tabligh tahunan ini merupakan berkumpulnya umat Islam terbesar kedua setelah haji di Mekkah, 'the second biggest muslims gathering after hajj'.

Konferensi internasional tahunan jamaah tabligh ini juga diadakan di Amerika Utara dan Eropa. Konferensi tersebut bisa mendatangkan 10.000 muslim, dari seluruh negara-negara di Amerika Utara dan Eropa, mungkin salah satu perkumpulan terbesar muslim di Barat.

Untuk mengadakan acara Internasional tersebut atau ijtima’ dana didapatkan dari para donatur jamaah tabligh. Para donatur tersebut pada umumnya adalah para pedagang yang juga anggota jamaah tabligh. Para donatur menyumbang seikhlasnya, namun karena pada umumnya para donatur adalah wiraswastawan, maka kebutuhan untuk ijtima’ selalu tertutupi.

Dalam menjalankan organisasi jamaah tabligh, mempunyai beberapa kantor perwakilan yang menjadi koordinator dakwah disetiap wilayah. Seperti disebutkan di atas kantor utama Jamaah Tabligh, yang dikenal dengan nama Markaz di Nizamudin, New Delhi, India. Kantor utama di Eropa adalah di Dewsbury, Inggris. Asia Timur berpusat di Jakarta, Indonesia. Untuk Afrika berpusat di Derbun, Afrika Selatan.

Meski tersebar di berbagai negara dan memiliki anggota ratusan ribu, namun jamaah tabligh secara administratif tidak mencatat setiap anggotanya. Keanggotaan lebih ditentukan melalui ikatan emosional. Keanggotaan terkontrol bila ada acara-acara ritual mingguan, bulanan atau ketika khuruj. Demikian juga dengan struktur organisasi, nyaris dibilang tak mempunyai struktur, yang ada hanya amir dan para pembantunya yang tidak terstruktur.

Jamaah Tabligh di Indonesia

Jamaah Tabligh di Indonesia meski tak sepopuler organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah atau NU, namun Jamaah Tabligh terbilang mempunyai anggota yang cukup banyak. Anggota Jamaah Tabligh di Indonesia sangat bervariasi, mulai dari artis sampai dengan tentara, kalangan profesional dll. Pusat markaz jamaah tabligh di Indonesia berada di Jakarta, khususnya di masjid Masjid Kebon Jeruk di Jl Hayam Wuruk, Jakarta Kota.

Di masjid yang sudah berusia lebih dua abad ini, kita akan menjumpai ratusan jamaah yang hampir seluruhnya berjenggot. Mereka juga menggunakan surban, pakaian takwa dan peci putih, yang biasa dipakai umat Islam di Indonesia. Tapi kita juga akan mendapati jamaah yang memakai surban dengan baju panjang sampai lutut, untaian tasbih atau tongkat di tangan, janggut berjenggot, dahi hitam, dan aroma minyak cendana, khas jamaah dari Asia Timur.

Pada acara ijtima’ internasional rombongan jamaah tabligh dari Indonesiapun turut hadir. Rombongan dari Indonesia datang berasal dari berbagai profesi, antara lain pimpinan pondok pesantren, pengusaha muda, eksekutif muda, artis, pedagang kaki lima, pegawai negeri, dan bupati. Artis Gito Rollies adalah salah seorang di antaranya. Acara ijtima’ untuk skala Indonesia juga pernah dilakukan di Medan, Lampung, dan Jakarta.

Acara ijtima’ jamaah tabligh untuk skala Asia Tenggara, baru-baru ini (2004) dilakukan di di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Fatah Desa Temboro, Kecamatan Keras, Magetan. Acara yang dihadiri oleh sekitar 20.000 anggota Jamaah Tabligh -- ini terbilang istimewa, sebab calon wakil presiden Yusuf Kalla turut hadir dalam acara pembukaan tersebut. Acara ijtima’ ini merupakan awal dari acara khuruj yang menjadi program Jamaah Tabligh.

Sebanyak 20.000 anggota Jamaah Tabligh siap khuruj ke berbagai pelosok di Indonesia. Anggota jamaah sebanyak 20.000 orang – yang juga dihadiri, dari negera-negara ASEAN, Saudi Arabia, Pakistan, India dan beberapa negara muslim lainnya -- tersebut akan dipecah dalam rombongan, masing-masing rombongan terdiri atas 7 hingga 12 orang. Tempat yang akan dikunjungi Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Mereka semua dibekali dengan surat jalan dan identitas diri. Kemudian setelah tiba di tempat yang dituju, mereka harus melapor ke pihak keamanan.

Jumlah Anggota

Jumlah anggota Jamaah Tabligh dibagi pada tiga kategori. Pertama, anggota aktif, yang dimaksud dengan anggota aktif, adalah mereka yang selalu berdakwah (membaca Riyadhus Shalihin atau kitab yang dijadikan referensi oleh Jamaah Tabligh, setelah shalat dhuhur atau Asar di berbagai masjid) dan juga pada umumnya anggota aktif selalu memakai pakaian yang dianggap sunnah seperti pakaian putih dengan sorban dan berjenggot dan juga selalu rutin menghadiri pengajian mingguan setiap Jum’at malam. Jumlah anggota aktif ini tidak terlalu banyak ada sekitar 7.500 orang diseluruh Indonesia. Jumlah anggota aktif ini juga terkait dengan pekerjaan, pada umumnya anggota aktif adalah para pedagang atau wiraswastawan.

Kategori kedua adalah anggota yang setengah aktif, mereka adalah anggota Jamaah Tabligh yang kadang-kadang mau berdakwah (membaca Riyadhus Shalihin atau kitab yang dijadikan referensi oleh Jamaah Tabligh, setelah shalat dhuhur atau Asar di berbagai masjid), mereka juga kadang-kadang memakai pakaian putih dan sorban dan juga kadang-kadang mengahadiri pengajian Jum’at malam. Jumlah anggota kategori kedua ada sekitar 10.000 orang di seluruh Indonesia. Anggota kategori kedua, pada umumnya menjadi pegawai, sehingga mempunyai waktu yang terbatas.

Kategori ketiga, anggota tidak aktif atau masih pada tahap belajar. Karakter anggota ini, tidak pernah mau berdakwah kecuali kalau diajak oleh anggota aktif. Pada umumnya belum begitu paham dasar-dasar Islam. Tidak pernah berpakaian putih (gamis) dan bersorban dan pada umumnya malu kalau menyatakan diri sebagai anggota Jamaah Tabligh. Keterkaitannya dengan Jamaah Tabligh jika diajak khuruj dan mempunyai waktu mereka pada umumnya ikut serta khuruj. Kategori ketiga tidak mempunyai kaitan dengan status pekerjaan. Jumlah anggota non aktif ini sekitar 15.000 orang.

* Wakil ketua umum PBNU

Kamis, 09 Juni 2011

Warta: Pengunjung Situs Propaganda Teroris Didominasi Asal Indonesia














10/06/2011 10:36
Jakarta, NU Online
Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyad Mbai mengatakan, pengunjung terbesar situs-situs yang diidentifikasi sebagai situs propaganda terorisme berasal dari Indonesia.

"Jumlah pengunjung dari Indonesia bisa mencapai 80 - 90 persen," kata Ansyad Mbai pada Focus Group Discussion (FGD) tentang Deradikalisasi (Meningkatkan Ketahanan Masyarakat) Melalui Advokasi, Komunikasi, dan Edukasi di Ruang Publik, di Bogor, Kamis.

Ansyad mengaku tidak hafal nama ke-11 situs tersebut, namun salah satunya adalah arrahman.com. Data-data tentang situs-situs tersebut diakuinya berasal dari satu institusi yang berpusat di Australia. Data tersebut sedikit lebih rendah dari hasil penelusuran Kemenkominfo yang menyebutkan ada 32 situs yang menjelek-jelekan agama lain.

Penggunaan internet, menurut Ansyad, menjadi pilihan bagi para teroris untuk melakukan kampanye selain juga merekrut anggota baru.

Aksi-aksi radikalisme yang dilakukan belakangan ini seperti bom bunuh diri di Cirebon atau bom buku di Jakarta, menurut dia, tidak terlepas dari internet.

"Pepih yang membuat bom buku mengaku memperoleh pengetahuan membuat bom dari internet," katanya.

Ansyad juga mengkritik media Indonesia yang dinilainya memberi ruang bagi kampanye terorisme melalui peliputan langsung di televisi. "Di negara lain tidak ada satu pun media yang melakukan 'live broadcast' dengan terorisme," katanya.

Sementara Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Freddy Tulung mengatakan, salah satu upaya untuk menangkal radikalisme adalah melalui pendidikan.

Dalam katiannya itu, katanya, ada satu hal yang belum memainkan peranan yaitu edukasi di ruang publik. Edukasi ini bisa dilakukan dalam berbagai macam cara seperti tatap muka, melalui media luar ruang, media cetak, media tradisional seperti kesenian daerah, media penyiaran dan media sosial.

Pembicara lain dalam FGD tersebut, aktivis perempuan Siti Musdah Mulia mengatakan, pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam tumbuhnya radikalime.

Ia menyoroti pendidikan agama yang dinilainya kurang tepat karena hanya mengajarkan ritual dan aspek formal legal saja sehingga pemahaman agama menjadi sempit. Kesalahan pendidikan agama itu terjadi di semua lini baik pendidikan formal, informal maupun di dalam keluarga.

Pendidikan agama yang ada sekarang meninggalkan penekanan spiritualistas dan nilai-nilai toleransi tidak banyak diajarkan.

Kelompok-kelompok radikal, lanjutnya, muncul dari sekolah-sekolah eksakta yang tidak cukup bekal di agama. Murid-murid di sekolah tersebut biasanya hanya memahami secara eksakta - hitam putih saja.

Seharusnya pendidikan agama, katanya, bukan lagi secara doktriner tapi mengedepankan sikap kritis dan rasional yang diakui juga cara pendidikan ini dikecam oleh kalangan doktriner.

Redaktur: Mukafi Niam
Sumber : Antara

Gairahkan Tradisi Kepustakaan dan Teknologi Informasi, MPI Gelar Rakernas Kamis











www.muhmmadiyah.or.id
09-06-2011
Yogyakarta- Rumusan hasil Mukatamar satu abad Muhammadiyah 2010 terkait visi pengembangan program bidang pustaka dan informasi, yaitu terbangunnya budaya pustaka dan informasi sebagai organisasi Islam modern di tengah dinamika perkembangan masyarakat yang kompleks, untuk mewujudkannya, Majelis Pustaka Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah siap menggelar Rakernas yang akan di gelar di Yogyakarta.

Demikian disampaikan Iwan Setiawan, wakil sekretaris MPI PP Muhammadiyah saat ditemui di gedung Muhammadiyah jl. KHA Dahlan No.103, Yogyakarta, Kamis (09/06/2011). Rapat Kerja Nasional MPI menurut Iwan Setiawan akan dilaksanakan pada tanggal 1 hingga 3 Juli 2011 di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. “Untuk mewujudkan visi sebagaimana tersebut di atas perlu menyusun langkah strategis melalui konsolidasi organisasi dan program. Lebih dari itu diperlukan kesediaan secara bersama membangun kesepahaman dan berbagi pengalaman antar eleman Persyarikatan guna menggerakan sumber daya MPI hingga lapisan paling bawah,” jelasnya. Lebih lanjut menurut Iwan Setiawan, melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MPI Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini dapat dijadikan tahapan penting dalam membangun sinergi jaringan Persyarikatan dangan Amal Usaha Muhammadiyah maupun pihak lain.

Tema Rakernas MPI PP Muhammadiyah menurut Iwan Setiawan adalah Menggairahkan Tradisi Kepustakaan dan Optimalisasi Teknologi Informasi sebagai Peningkatan Daya Saing Persyarikata.Rencananya dalam Rakernas nanti, akan dibagi menjadi 4 komisi dalam perumusannya yang terdiri dari komisi Pustaka, Komisi Pendayagunaan Teknologi Informasi, Komisi Kerjasama dan Publikasi, serta Komisi Pengembangan Media Center.

WARTA: 100 TAHUN KH WAHID HASYIM Mahfudz : Pemikiran KH Wahid Hasyim Jawab Radikalisasi Islam














09/06/2011 07:11
Jombang, NU Online
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfudz MD menyakatan, Indonesia kesulitan menghadapi gerakan radikalisasi Islam. Munculnya gerakan ini perlu mendapat perhatian NU dan rakyat Indonesia.

Hai itu disampaikanya usai mengahidiri Seminar Internasional 100 tahun KH Wahid Hasyim di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Rabu (9/6). ”Sekarang ini gejalanya, meskipun tidak masif, ada pembenturan antara keindonesiaan dan keislaman dengan munculnya gerakan islam radikalisme,” ujarnya.

Karenanya, momentum peringatan satu abad KH Wahid Hasyim menjadi pelajaran penting bagi NU dan rakyat Indonesia. Dikatakannya, pemikiran putra pendiri NU ini bisa mempertemukan tentang keindonesiaan dan keislaman dalam konsep pancasila. ”Gagasan tentang bertemunya keindonesiaan dan keislamanan dengan konsep pancasila yang sekarang ini kita anut sebagai dasar negara sekarang sudah final. Dan pemikiran KH Wahid Hasyim ini menurut saya perlu direvitalisasi,” imbuh mantan Menteri Pertahanan Era KH Abdurrahman Wahid ini.

Bagaimana caranya? Menurut guru besar UI ini, revitasisasi pemikiran mantan Menteri Agama pertama RI adalah dengan jalan mempertemukan secara kuat bahwa konsep Indonesia dengan Islam dalam Pancasila sebagai dasar negara sebagai konsep yang final bagi seluruh rakyat indonesia. ”Sehingga tidak perlu lagi ada pertengkaran yang mempertentangkan perlunya negara Islam, radikaliasi dan lain-lain, itu semua bisa dijawab dengan pemikiran KH Wahid Hasyim,” imbuhnya seraya menegaskan NU berperan dalam menyuarakan pemikiran konsep pancasila ini.

Ia menambahkan, saat ini negara Indonesia sedang mengahadapi tantangan gejala radikalisasi agama. Sementara negara agak limbung menghadapi persoalan ini. ”Maka jawabannya adalah pemikiran KH Wahid Hasyim ini,” pungkasnya.

Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Muslim Abdurrahman

Sabtu, 04 Juni 2011

In Picture: Derita Muslim Bulgaria: Karpet Masjid Dibakar, Ditimpuk Batu dan Telur Saat Hendak Shalat Jumat

















Jumat, 03 Juni 2011 16:46 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, SOFIA--Bentrok berlatarbelakang agama terjadi di ibu kota Bulgaria, Sofia, Jumat (20/5). Kaum Muslim yang hendak shalat Jumat dipukuli oleh segerombolan pendukung partai nasionalis, Ataka.

Para penyerang melempar jamaah dengan batu dan telur. Sejumlah jamaah luka-luka. Kelompok Ataka lantas membakar karpet sajadah di depan Masjid Agung Banya Bashi, Sofia.

Kini kaum Muslim di Bulgaria masih merasa diteror akibat serbuan pendukung Ataka. Selain menyerbu warga yang ingin shalat, Ataka juga memaksa pengurus masjid untuk menyetel lagu-lagu nasionalis di pengeras suara yang biasa untuk adzan.

Saat ini ada sejuta umat Islam di Bulgaria. Pemerintah Bulgaria, meski mengakui Islam namun lamban bertindak terkait kerusuhan berbau agama ini. Pemerintah juga sebelumnya melarang foto paspor bagi perempuan yang mengenakan kerudung. Pemerintah juga melarang sejumlah literaltur Islam beredar di negara bekas komunis itu.

Redaktur: Stevy Maradona
Sumber: AP

Jumat, 03 Juni 2011

Melihat Allah SWT di Dunia & Akherat

















SOURCE: wwwmuhammadiyah.or.id
Oleh : Fathurrahman Kamal, Lc., MA

Mungkinkah kita melihat Allah SWT di dunia dan di akherat?

Inilah pertanyaan yang telah melahirkan polemik dan perdebatan berkepanjangan di kalangan ahli Kalam (Mutakallimun, Teolog Muslim) dalam sejarah pemikiran Islam. Risalah ini tidak bertujuan untuk mendiskripsikan seluruh perdebatan teologis tersebut. Pemaparan karakteristik iman dalam Islam dalam Risalah terdahulu dapat menjadi pedoman menentukan sikap terbaik, bijak dan lebih ‘aman’ dari pada sekedar mubeng pada wacana dan pemikiran teologis, yang seringkali tidak berujung.

Perbincangan seputar ‘ru’yatullah’ adalah perbincangan tentang sebagian Asma’ & Shifat Allah SWT yang tentunya bersifat ghaiby dan tawqify, oleh karena itu akal tak berotoritas untuk menjelaskannya lebih jauh kecuali sebatas apa yang diterangkan oleh ‘nash’ (teks Al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW). Mari kita cermati rumusan kaum Salaf tentang tauhid Asma’ & Shifat berikut ini:

“Pengakuan dan kesaksian yang tegas tentang Nama-nama Yang Baik dan Shifat-shifat Yang Agung bagi Allah SWT sesuai dengan apa yang diterangkanNya dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam Sunnah, tanpa disertai ‘tamtsil’ (perumpamaan), ‘tasybih’ (penyerupaan), ‘ta’thil’ (penafian), ‘tahrif’ (penyimpangan) dan ‘takyif’ (penentuan bentuk atau hakekatnya).”[1]

Rumusan tertera berdasarkan pada firman Allah SWT :

{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ}

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan ia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”[2]

Batasan makna di atas mengajarkan kita tentang satu substansi bahwa, permasalahan Asma’ & Shifat bersifat informatif murni (khabar), yang berkisar pada dua hal; negasi (nafyu) dan afirmasi (itsbat) dari sisi Allah SWT serta dapat disikapi oleh penerima pesan (mukhathab) dengan dua sikap pula; membenarkan (tashdiq) atau mendustakan (takdzib). Mengapa demikian? jelas, karena ini merupakan informasi murni tentang perkara-perkara yang wajib dimiliki oleh Allah SWT dari tauhid dan kesempurnaan sifat serta segala sesuatu yang mustahil bagiNya; syirik, sifat kekurangan dan penyerupaanNya dengan yang sesuatu yang tercipta (makhluq).[3]

Inilah landasan dan prinsip yang kita pegang teguh dalam permasalahan ru’yatullah yang dipegang teguh oleh kaum Salaf, generasi awal Islam.

Selanjutnya mari kita cermati Petunjuk Allah SWT dalam surat Al-Qiyamah : 22-23 di bawah ini :

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabb-nyalah mereka melihat.”

Apa makna “melihat” (ru’yah) dalam ayat terbaca di atas; apakah melihat dengan mata apa adanya ataukah melihat bermakna metaforis (majazi), sehingga ayat ini tidak bermakna hakekat yang sesungguhnya (haqiqi) ? Mari kita cermati baik-baik penjelasan ini.

Secara redaksional, tampak jelas, ru’yah di sini bermakna ‘melihat Allah SWT dengan mata kepala’. Dari sudut pandang kaidah bahasa Arab, sedikitnya menjelaskan tiga hal; pertama, kata melihat dalam ayat tersebut diidlafahkan kepada wajah; kedua, kata “نَاظِرَةٌ” yang merupakan bentuk ism fa’il dari kata kerja “نَـظَرَ” (melihat) berfungsi sebagai kata transitif dengan imbuhan “إلى” (ke) yang mengindikasikan ‘penglihatan mata’; dan ketiga, tidak adanya indikasi radaksional (faktor pendukung) yang menunjuk kepada makna yang bukan sesungguhnya ( haqiqi).[4]

Ada baiknya kita perhatikan variasi penggunaan kata “نَـظَرَ” (melihat) di dalam Al-Qur’an serta maknanya masing-masing :

Jika digunakan tanpa imbuhan kata bantu lain maka, “نَـظَرَ” bermakna “التوقف والانتظار” (berhenti dan menanti), seperti ayat berikut ini :

{يَوْمَ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ لِلَّذِينَ آَمَنُوا انْظُرُونَا نَقْتَبِسْ مِنْ نُورِكُمْ قِيلَ ارْجِعُوا وَرَاءَكُمْ فَالْتَمِسُوا نُورًا فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ}

Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: “Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu.” Dikatakan (kepada mereka): “Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu).” Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.[5]

Jika digunakan dengan imbuhan kata bantu “في” maka, “نَـظَرَ” bermakna “التفكروالاعتـبار” (merenungkan dan mengambil pelajaran, ‘ibrah), seperti ayat berikut ini :

{أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ}

Dan apakah mereka tidak merenungkan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?[6]

Jika digunakan dengan imbuhan kata bantu “إِلىَ” maka, “نَـظَرَ” bermakna “المعاينة بالأبصار” (penglihatan dengan kasat mata), seperti ayat berikut ini :

{وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ دَانِيَةٌ وَجَنَّاتٍ مِنْ أَعْنَابٍ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ انْظُرُوا إِلَى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ إِنَّ فِي ذَلِكُمْ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}

“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Lihatlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.”[7]

Makna ru’yah yang tertulis pada surat Al-Qiyamah : 22-23 sepadan dengan kata ru’yah pada bagian terakhir di atas. Apalagi jika dihubungkan dengan kata ‘wajah’, bagian dari organ tubuh kita, di mana mata berada di sana maka maknanya dapat dipastikan sebagai melihat dengan mata.[8]

Ibnu ‘Umar RA menafsirkan “إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ” melihat kepada Wajah Allah SWT. Al-Hasan menyatakan, melihat kepada Rabb-nya lalu ia berseri-seri dengan cahayaNya. Ibnu Abbas RA juga mengatakan, “melihat kepada Wajah Rabbnya azza wa jalla.” Yang demikian juga diriwayatkan dari Ikrimah RA.[9]

Ibnu Katsir rahimahullah[10] menafsirkannya sebagai penglihatan kasat mata sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadisnya :

عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عِيَانًا”

“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian dengan kasat mata.”[11]

Demikian pula penegasan Rasulullah SAW tentang ru’yatullah dalam hadis-hadis shahih berikut ini :

عن أبي هريرة : أَنَّ النَّاسَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “هَلْ تُضَارُّونَ فِي الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ” قَالُوا: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ:” فَهَلْ تُضَارُّونَ فِي الشَّمْسِ لَيْسَ دُونَهَا سَحَابٌ” قَالُوا: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ:” فَإِنَّكُمْ تَرَوْنَهُ كَذَلِكَ”

Dari sahabat Abu Hurairah RA, sesungguhnya orang-oranb bertanya kepada Rasulullah SAW : ”Wahai Rasulullah apakah kita melihat Rabb kita pada hari kiamat?”. Rasulullah balik bertanya :”Apakah kalian celaka dengan melihat rembulan di malam purnama?. Mereka menjawab,”Tidak, wahai Rasulullah!.” Rasulullah kembali bertanya :”Apakah kalian celaka melihat matahari yang tak terhalangi awan?” Mereka menjawab,”Tidak, wahai Rasulullah!.” Rasulullah SAW bersabda :”Maka sesungguhnya kalian akan melihaNya demikian.”[12]

عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا جُلُوسًا لَيْلَةً مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةَ أَرْبَعَ عَشْرَةَ فَقَالَ:”إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا لَا تُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ فَإِنْ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا فَافْعَلُوا ثُمَّ قَرَأَ {وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ}

Sahabat Jarir Ibn Abdillah RA mengisahkan, suatu malam pada tanggal empat belas, kami duduk bersama Rasulullah SAW, lalu beliau melihat rembulan dan bersabda :”Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat (rembulan) ini, kalian tak terhalangi oleh suatu apapun dalam melihatnya, maka jika kalian mampu untuk tidak terlewatkan menunaikan shalat sebelum terbit dan tenggelamnya matahari, maka lakukanlah.”[13]

Dalam munajat di akhir shalat sebelum salam, Rasulullah SAW melantunkan :

اللهم بِعِلْمِكَ اْلغَيْبَ؛ وَقُدْرَتِكَ عَلىَ الْخَلْقِ؛ أَحْيِنيِ مَا عَلِمْتَ اْلحَيَاةَ خَيْرًا ليِ؛ وَ تَوَفَّنيِ إِذَا عَلِمْتَ اْلوَفَاةَ خَيْرًا ليِ؛ اللهم إِنّيِ أَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فىِ اْلغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ؛ وَأَسْأَلُكَ كَلِمَـةَ الْحَقِّ فىِ الرِّضَاوَاْلغَضَبِ؛ وَأَسْأَلُكَ اْلقَصْدَ فىِ اْلغِـنىَ وَاْلفَقْرِ؛ وَأَسْأَلُكَ نَعِيْـمًا لاَيَنْـفَدُ؛ وَأَسْأَلُكَ قُـرَّةَ عَيْنٍ لاَتَنْقَطِعُ؛ وَأَسْأَلُكَ الرِّضَا بَعْدَ اْلقَضَاءِ؛ وَأَسْأَلُكَ بَرْدَ اْلعَيْشِ بَعْدَ اْلمَوْتِ؛ وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلىَ وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلىَ لِقَائِكَ فىِ غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ وَلاَ فِتْـنَةٍ مُضِلَّةٍ؛ اللهم زَيِّنـَّا بِزِيْنَـةِ اْلإِيْـمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْـنَ.

“Ya Allah (sungguh aku mohon kepada-Mu) dengan Ilmu-Mu tentang segala yang ghaib dan kemahakuasaan-Mu untuk menciptakan; hidupkanlah aku bila Engkau mengetahui bahwa kehidupan selanjutnya lebih baik bagiku; dan matikanlah aku bila Engkau mengetahui bahwa kematian itu lebih baik bagiku; ya Allah sungguh aku mohon kepada-Mu rasa takut kepada-Mu ketika aku berada dalam keadaan sembunyi/tidak terlihat ataupun dalam keramaian/dilihat oleh orang lain; aku mohon kepada-Mu (untuk tetap teguh) pada “kalimat yang haq” ketika aku berada dalam keadaan rela ataupun marah; aku mohon kepada-Mu sikap sederhana dalam keadaan kaya dan miskin; aku mohon kepada-Mu keni’matan yang tidak habis; aku mohon kepada-Mu “perhiasan mata” (ketenteraman/kedamaian) yang tiada terputus; aku mohon kepada-Mu “sikap ridla” (rela, menerima dengan tulus ikhlas) atas segala taqdir yang telah engkau gariskan untukku; aku mohon kepada-Mu kehidupan yang menyenangkan (sejuk) setelah kematian; aku mohon kepada-Mu agar aku dapat merasakan keni’matan memandang “Wajah-Mu”; kuaku mohon kepada-Mu “rasa rindu yang mendalam” untuk bertemu dengan-Mu tanpa penderitaan (fisik dan agama) ataupun fitnah yang menyesatkan; ya Allah hiasilah kami dengan perhiasan iman dan jadikanlah kami sebagai hamba-hamba-Mu yang dapat memberi petunjuk (kepada jalan yang lurus) serta mendapat hidayah dan bimbingan-Mu.” [14]

Pada bagian lain, Allah SWT berfirman :

{وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ. غَيْرَ بَعِيدٍ هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ. مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ. ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ. لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ}

Dan didekatkanlah syurga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat, masukilah syurga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.[15]

Pada bagian terakhir rangkaian lima ayat di atas (QS. Qaf 31-35) terbaca “…dan pada sisi Kami ada tambahannya”. Sahabat Ali Bin Abi Thalib dan Anas bin Malik RA menafsirkan “النظر إلى وجه الله عزوجل” (melihat Wajah Allah ‘Azza wa Jalla).[16] Sepadan dengan firman Allah di bawah ini :

{لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَ زِيَادَةٌ وَلَا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلَا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya.[17]

Al-Imam Abu Al-‘Izz dalam kitabnya Syarh al-Aqidah al-Thahawiyah menjelaskan “al-husna” bermakna ‘surga’ dan “al-ziyadah” bermakna ‘melihat Wajah Allah Yang Maha Mulia’.[18] Penafsiran ini berdasarkan pada keterangan Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut :

عَنْ صُهَيْبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنْ النَّارِ قَالَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ {لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ }[19]

Diriwayatkan oleh sahabat Shuhaib RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Jika penghuni surge telah masuk ke dalam surge, Allah SWT bertitah, ‘Kalian menginginkan sesuatu yang saya tambahkan untuk kalian?.’ Mereka menjawab :’Bukankah telah Engkau jadikan wajah-wajah kami bersinar, bukankah telah Engkau masukkan kami ke dalam surga dan engkau selamatkan kami dari neraka?’. Lalu Ia membuka tabir, maka sungguh mereka tidak dikaruniakan sesuatu yang lebih mereka cintai dari pada melihat kepada Rabb mereka.” Kemudian Rasulullah SAW membaca ayat Allah SWT “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya”.[20]

Al-Hakim (w. 405 H) , penulis Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, meriwayatkan bahwa Rabi’ Ibn Sulaiman (sahabat Imam Syafi’i, w. 270 H) menghadiri majelis Imam Syafi’i rahimahullah. Beliau ditanya tentang makna ayat 15 pada surat Al-Muthaffifin :

{كَلاَّ إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ}

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka (orang-orang yang mendustakan hari kemudian) pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka”

Beliau menjawab :

“لمَاَّ أَنْ حُجِبَ هَؤُلاَءِ فىِ السَّخَطِ، كَانَ فىِ هَذاَ دَلِيْلٌ عَلىَ أَنَّ أَوْلِيَاءَهُ يَرَوْنَهُ فىِ الرِّضَا”[21]

“Ketika orang-orang yang mendustakan hari kemudian dan mendustakan Al-Qur’an terhalangi (melihat Allah SWT) dalam kemurkaan, maka ini menjadi satu petunjuk (dalil) bahwa para kekasihNya melihatNya dalam keridlaan.”

Dari penjelasan ini kita meyakini dengan sesungguhnya bahwa, ru’yatullah (melihat Allah SWT) secara haqiqi merupakan keniscayaan bagi orang-orang beriman, dan bukan sesuatu yang bersifat metaforis atau majazi. Sebagaimana orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah SWT terhalang melihatNya.

Meskipun demikian, perlu disampaikan di sini bahwa tidak semua umat Islam meyakini seperti terbaca di atas. Mu’tazilah umpamanya. Sebagai pelopor aliran rasionalisme dalam Islam yang bercirikan mengedepankan akal di atas nash menolak pemahaman ru’yatullah di atas. Alasan terpentingnya ialah makna firman Allah SWT di bawah ini :

{وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ}

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.”[22]

Pada ayat tertera “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.” Aliran Mu’tazilah berpandangan tidaklah mungkin bagi kita untuk melihat Allah SWT. Lalu bagaimana kita menjelaskannya?[23] Pertama : Ayat tersebut menceritakan tentang seorang yang mulia di sisi Allah SWT, Nabi Musa ‘alaihissalam. Beliau dikenal sebagai “كليم الله” (seorang hamba yang dianugerahi Allah SWT untuk berbicara langsung denganNya). Sebagai seorang nabi pada masanya, beliau adalah orang paling berilmu tentang Rabbnya. Tentunya amatlah mustahil beliau memohon kepadaNya sesuatu yang tidak diperkenankanNya.

Kedua,tidak tertera pada ayat tersebut pengingkaran Allah SWT terhadap permohonan Nabi Musa ‘alaihissalam. Jika Allah tidak berkenan atas suatu permohonan nabiNya, secara eksplisit dijelaskanNya hal tersebut. Contohnya ialah, ketika nabi Nuh ‘alaihissalam memohon kepadaNya agar anaknya diselamatkan oleh Allah, beliau ditegur. Perhatikan ayat ini :

{وَنَادَى نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ. قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ}

“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya. Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nyaperbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.”[24]

Ketiga,perhatikan redaksi ayat tersebut dengan seksama. Allah mengatakan “لَنْ تَرَانِي” (Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku). Dia tidak mengatakan “إني لاَ أ ُرَى” (sesungguhnya Aku tidak terlihat). Sangat jelas perbedaan makna antara kedua ungkapan ini. Umpamanya begini. Kita sedang menggenggam batu. Seseorang dari kejauhan menyangkanya makanan, lalu ia bilang “beri aku makanan itu!”(أطعِمْنيـهِ). Tentu kita jawab “sungguh benda ini tidak dapat dimakan “ (إنه لايـؤكل). Tapi jawaban kita akan berbeda, jika yang di genggaman kita tadi makanan sungguhan, dan orang yang memintanya tidak dapat memakannya karena satu alasan tertentu. Kita akan mengatakan “engkau tidak akan memakannya!” (إنك لن تأكله). Secara redaksional, ayat ini menunjukkan Allah SWT sebagai dzat yang dapat “Dilihat” (مَرْئِــيّ) akan tetapi Nabi Musa ‘alaihissalam tidak mempu melihatNya di dunia ini karena kelemahan potensi penglihatan manusia.

Keempat, Kalam Allah SWT “وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي ” (tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya [sebagai sediakala] niscaya kamu dapat melihat-Ku) mengajarkan kita bahwa, bukit dengan kekokohannya tidak dapat bertahan ketika Allah hendak menampakkan DiriNya. Apalagi kita, manusia ini, yang tercipta dalam keadaan lemah tak berdaya.

Kelima,lanjutan ayat tersebut “فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا” (Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh) menerangkan bahwa tidak mustahil bagi Allah untuk melakukan ‘tajalli’ (menampakkan DiriNya), padahal bukit adalah benda mati yang tidak berpahala, tapi juga tidak berdosa! Tentunya Musa ‘alaihissalam sebagai hambaNya yang termulia, termasuk juga para kekasih Allah yang lain, lebih memungkinkan untuk menyaksikan ‘tajalli’ yang dimaksud, tapi sekali lagi, di dunia karena kelemahannya manusia tak mampu mengalaminya.

Keenam, menurut Mu’tazilah kata “لَنْ” pada ayat tersebut fungsional sebagai penafian yang bersifat abadi, termasuk di akherat kelak. Pernyataan ini tidak benar berdasarkan bukti penggunaannya dalam Al-Qur’an. Perhatikan redaksi ayat-ayat yang digaris bawahi berikut ini,

{قُلْ إِنْ كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الْآَخِرَةُ عِنْدَ اللَّهِ خَالِصَةً مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ. وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ}

Katakanlah: “Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilahkematian(mu), jika kamu memang benar. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya.[25]

{وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ}

Mereka berseru: “Hai Malik (penjaga neraka) biarlah Tuhanmu membunuh kami saja. Dia menjawab: “Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).[26]

Pada kelompok ayat pertama, Imam Syaukani[27] menjelaskan demikian. Ketika orang-orang Yahudi dan Nashrani mengklaim hanya mereka saja yang pantas masuk surga. Oleh karenanya mereka ditantang untuk mencita-citakan kematian secepatnya. Tentu, bagi orang yang sangat yakin pasti masuk surga tak hendak memperlama hidup di dunia, surga lebih mereka sukai. Namun Allah jelaskan pada ayat berikutnya “وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا” (Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya) karena faktor dosa-dosa mereka.

Lalu perhatikan kelompok ayat kedua, “لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ” (biarlah Tuhanmu membunuh kami saja ). Ketika para pelaku dosa dan kriminal mendapat siksaan yang teramat pedih, mereka tak lagi sanggup untuk menerimanya berlama-lama. Mereka bertawassul dengan Malaikat Malik, Penjaga Neraka, agar Allah membinasakan mereka saja supaya terbebaskan dari siksa neraka yang amat pedih itu.[28]

Bila kedua kelompok ayat terbaca di atas disandingkan, lalu kita analisa dengan baik, tampak jelas penggunaan kata “لَنْ” pada uangkapan “وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ” yang jelas-jelas dibatasi dengan kata “أَبَدًا” (bermakna abadi), tidak menunjukkan keabadian dan kekekalan mutlak. Buktinya ialah pada kelompok ayat kedua justeru para pelaku dosa, termasuk Yahudi dan Nashrani mohon kepada Allah SWT melalui malaikatNya Malik agar mereka dimatikan saja “لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ” (biarlah Tuhanmu membunuh kami saja). Fakta ini mengajarkan kita bahwa Al-Qur’an menggunakan kata “لَنْ” yang tidak berkonotasi kekekalan atau keabadian.

Di sisi lain, jika kata “لَنْ” dalam Al-Qur’an menunjuk kepada makna kekekalan dan keabadian, tentunya tidak boleh dibatasi dengan batasan tertentu. Misalnya dalam ayat ini,

{فَلَمَّا اسْتَيْئَسُوا مِنْهُ خَلَصُوا نَجِيًّا قَالَ كَبِيرُهُمْ أَلَمْ تَعْلَمُوا أَنَّ أَبَاكُمْ قَدْ أَخَذَ عَلَيْكُمْ مَوْثِقًا مِنَ اللَّهِ وَمِنْ قَبْلُ مَا فَرَّطْتُمْ فِي يُوسُفَ فَلَنْ أَبْرَحَ الْأَرْضَ حَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ لِي وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ}

Maka tatkala mereka berputus asa dari pada (putusan) Yusufmereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik. Berkatalah yang tertua diantara mereka: Tidakkah kamu ketahui bahwa sesungguhnya ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. Sebab itu aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku (untuk kembali), atau Allah memberi keputusan terhadapku. Dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.[29]

Akhirul Kalam. Perdebatan umat pada masalah ru’yatullah sejatinya ialah perdebatan tentang Asma’ dan Shifat-ShifatNya, (Nama-Nama Allah SWT dan Shifat-ShifatNya Yang Agung). Perlu kita ingat dengan baik, perebatan semacam ini telah memposisikan Yahudi dan Nashrani dalam pertarungan iman yang tak berakhir. Masing-masing mengklaim kebenaran yang mutlak. Ketika Nabi Isa ‘alaihissalam dilahirkan oleh Ibundanya Maryam ‘alaihassalam tanpa proses biologis yang semestinya (dalam penalaran manusia) diyakini oleh penganut Nashrani sebagai Anak Tuhan, sementara penganut Yahudi menegaskannya sebagai anak zina.[30] Tentunya kita tak hendak terjerumus dalam kekeliruan yang sama seperti munajat kita (Al-Fatihah : 6-7) di setiap shalat. Wallahu A’lam bi al-Shawab.

{اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيــمَ. صِرَاطَ الَّذِيـنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْــهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْــهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ}

[1] Lihat, Dr. Ibrahim Muhammad Ibn Abdullah Al-Buraykan, al-Madkhal li Dirasat al-Aqidah al-Islamiyah ‘ala Madzhab ahl al-sunnah wa al-Jama’ah, (Riyadl: tp., tt. ), Cet. hal. 90., Syaikh Muhammad Ibn Shalih Ibn al-‘Utsaymin, Taqrib al-Tadmuriyiyah (Al-Qahirah: Maktabh al-Sunnah, 1413), Cet. I, hal.19.

[2] Q.S. Al-Syura : 11

[3] Ibid., hal. 17

[4] Ibn Abi al-‘Izzi al-Dimasyqi,Syarh al-Aqidah al-Thahawiyah, Tahqiq : Syu’aib al-Arna’uth (Beirut: Mu’assasah Risalah, 1417), Cet. 9, Jilid I, hal. 209., Bandingkan dengan, Abu al-Hasan al-Asy’ary, Al-Ibanah ‘An Ushul al-Diyanah, Tahqiq : Basyir Muhammad ‘Uyun (Riyadl: Maktabah al-Mu’ayyid, 1413), Cet. IV, hal. 58-63., Al-Imam Abu Muhammad ‘Abd al-Jalil al-Qushary,Syu’ab al-Iman, Tahqiq : Sayyid Kasrawy Hasan (Makkah al-Mukarramah : Maktabah Dar al-Baz, 1416), Cet. I, hal. 628-631

[5] Q.S. Al-Hadid : 13

[6] Q.S. Al-A’raf : 185

[7] Q.S. Al-An’am : 99

[8] Ibn Abi al-‘Izzi al-Dimasyqi,Syarh al-Aqidah al-Thahawiyah…I/209

[9] Ibid., hal. 210

[10] Ibnu Katsir, Tasir al-Qur’an al-‘Adzim (Madinah : Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1413), IV/450

[11] HR Bukhari (Bab : Firman Allah “وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ” Jilid 22/445, lihat al-Maktabah al-Syamilah )

[12] HR.Bukhari (Dalam Shahihnya, bab : Firman Allah “وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ” 22/447. Juga oleh Imam Muslim dalam bab :” معرفة طريق الرؤية”, 1/425. , Lihat al-Maktabah al-Syamilah)

[13] HR. Bukhari (Dalam Shahihnya, bab : “وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ”, 15/89)

[14] Al-Nasa’iy III/54 dan 55; Ahmad IV/364 dan di-shahihkan oleh Albany dalam Shahih al-Nasa’iy I/281. Lihat Sa’id ibn Ali ibn Wahf al-Qahthany, Hishn al-Muslim min Adzkar al-Kitab wa al-Sunnah (Riyadl: Muassasat al-Juraisi, 1424), Cet. Ke-29, hlm. 43-45.

[15] Q.S. Qaf : 31-35

[16] Ibn Abi al-‘Izzi al-Dimasyqi,Syarh al-Aqidah al-Thahawiyah…I/210

[17]Q.S. Yunus : 26

[18] Ibid., hal. 211

[19] Q.S. Yunus : 26

[20] HR Muslim (kitab :” إثبات رؤية المؤمنين فى الآخرة ربهم”. Lihat pula, Shahih Ibnu Majah dan Shahih al-Tirmidzi, Al-Maktabah al-Syamilah)

[21] Diriwayatkan Oleh Al-Baihaqi dalam kitab Al-Manaqib I/419. Lihat, Ibn Abi al-‘Izzi al-Dimasyqi,Syarh al-Aqidah al-Thahawiyah…I/212

[22] Q.S. Al-A’raf : 143

[23] Ibn Abi al-‘Izzi al-Dimasyqi,Syarh al-Aqidah al-Thahawiyah…I/213-214

[24] Q.S. Hud : 45-46

[25] Q.S. Al-Baqarah : 94-95

[26] Q.S. Al-Zukhruf : 77

[27] Al-Syaukani, Fath al-Qadir, I/143. Lihat, al-Maktabah al-Syamilah.

[28] Al-Syaukani, Fath al-Qadir, VI/417. Lihat, al-Maktabah al-Syamilah

[29] Q.S. Yusuf : 80

[30] Silahkan renungkan ayat-ayat Al-Qur’an, Al-Ma’idah :73-76, Maryam : 16-28 dan Taubah : 30-31