Senin, 14 November 2011

Azyumardi Azra: Buya Hamka Seorang Pahlawan yang Berintegritas

Selasa, 15-11-2011 Jakarta- Direktur Sekolah Sarjana UIN Syarif Hidayataullah Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra menyambut baik dianugerahkannya Buya Hamka menjadi Pahlawan Nasional oleh pemerintah Republik Indonesia pada 8 November lalu.

Ketika berbicara pada Tasyakuran Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Prof. Dr. Buya Hamka di Aditorium UHAMKA, Jakarta, 12 November , Azyumardi menegaskan bahwa Buya Hamka merupakan sosok tokoh yang lengkap dan kompleks dalam kehidupan umat dan bangsa Indonesia.

 “Buya Hamka adalah tokoh otodidak bergerak dalam berbagai lapangan kehidupan sejak dari kesusastraan, pendidikan, dakwah, politik dan perjuangan melawan kebatilan kolonialisme pra dan pasca kemerdekaan, termasuk perjuangan menegakkan kebenaran pada masa Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto,”ujarnya.

Menurut Azyumardi, keulamaan dan kejuangan Buya Hamka itu banyak mengikuti jejak ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah atau yang dikenal dengan Haji Rasul. Haji rasul merupakan salah satu tokoh gerakan modernis Islam pada dasawarsa awal abad 20. Ia juga tokoh yang gigih menentang Belanda. Selain gigih menentang Belanda, ia juga enggan melakukan seikerei atau membungkuk badan di pagi hari untuk menghormati Kaisar Tenno Heika.

Akibat sikapnya itu, ia dipenjara oleh Belanda dan Jepang. “Seperti ayahnya begitulah Buya Hamka” ujar Azyumardi. Ditengah keterlibatnnya yang intens dalam dunia kesusastraan, keilmuan dan keulamaan, Buya Hamka juga aktif mewujudkan aktivisme politik dan kejuangannya. Menurut Azyumardi, awalnya Buya Hamka aktif terlibat dalam Sarekat Islam (SI) di Padangpanjang tahun 1925. Buya Hamka melihat SI sebagai kekuatan sosial (keagamaan) Islam yang tangguh menghadapi kolonialisme Belanda.

Selain aktif di SI ia juga aktif berjuang melawan Belanda saat menjabat konsul Muhammadiyah di Makasar dan Medan tahun 1936. Di dalam buku otobiografinya yang berjudul Kenang-Kenangan Hidup (jilid 4), Buya Hamka menceritakan kiprahnya dalam bergerilya di hutan sekitar Medan dan Sumatra Barat. Ia menjadi penghubung krusial di antara kaum ulama dengan kelompok-kelompok pejuang lainnya.

Kiprah Buya Hamka dalam perjuangan nasional sepanjang 1945-1949, lanjut Azyumardi kian meningkat berbarengan dengan terjadinya perang revolusi menentang kembalinya Belanda ke tanah air. Tahun 1947, Buya Hamka diangkat menjadi Ketua Barisan Pertahanan Nasional bersama Rasuna Said. Selain itu, ia juga diangkat oleh Bung Hatta sebagai Sekretaris Front Pertahanan Nasional.

Keaktifan Buya Hamka dalam perjuangan kemerdekaan dilanjutkan dengan membentuk Badan Pembela Negara dan Kota (BPNK) yang nerupakan barisan perlawanan gerilya terbesar di wilayah Sumatera Barat. Azyumardi menegaskan keaktifan Buya Hamka dalam perjuangan kemerdekaan ini berdasarkan pada prinsip pokok yang dipegangnya.

Buya Hamka meyakini bahwa kemerdekaan bangsa sangat mutlak dalam mewujudkan dan meninggikan kemerdekaan diri, yang merupakan keutamaan dan kebajikan pokok bagi setiap muslim. Menurut Buya Hamka kemerdekaan diri mestilah bersumber dari tauhid. Kemerdekaan bangsa bisa terwujud jika umat Islam memiliki kemerdekaan diri atas dasar tauhid.

Tanpa itu, kemerdekaan bangsa akhirnya dapat hancur berkeping-keping. Aktivisme kejuangan Buya Hamka, lanjut Azyumardi dilanjutkan ketika dia terpilih lewat partai Masyumi sebagai anggota Konstituante pada Pemilu 1955.

Meski pada awalnya, ia berjuang menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam, ia legowo dan selanjutnya menerima Pancasila sebagai dasar negara dan demokrasi sebagai sistem politik. Di masa Orde Lama pimpinan Presiden Soekarno, Buya Hamka berseberangan.

Dan akhirnya di penjara. Meski dipenjara tanpa di siding, dia terus aktif melakukan perjuangan menyampaikan kebenaran. Ketika Orde Baru berkuasa, dia pun tetap memegang teguh integritas sebagai ulama. Dia berseberangan dengan Presiden Soeharto saat mengeluarkan Fatwa Natal yang sangat tidak disukai oleh pemerintah.


SOURCE: (www.uhamka.ac.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar