Senin, 14 November 2011

'NU Perlu Kelas Borjuasi Besar'

Pemahaman Islam, terutama oleh negara-negara Barat selama ini masih dikatagorikan dalam ‘Islam baik’ dan ‘Islam buruk’ bergantung kepentingan yang diusung.

Pemahaman ini dilakukan berdasarkan pendekatan kultural, yang mengakibatkan makna Islam sesungguhnya tidak terungkap. Hal ini terangkum dalam kuliah umum yang digelar Lajnah Ta'lif wan Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTN PBNU) bekerjasama dengan FISIP UI dan Murdoch University, di Universitas Indonesia Kampus Depok (14/11/11).

Hadir sebagai pembicara tunggal adalah Prof. Vedi Hadiz. "Kajian Islam dari aspek kultural itu termasuk kuno, karena itu dihasilkan Clifford Geertz, Robert Hefner dan lainnya, yang bagi saya itu sesungguhnya kajian yang tidak mengerti Islam," tegas Vedi membuka paparannya.

 Menurut Vedi Islam bukan agama yang bisa dipahami dengan kultur gurun pasir. Islam di era modern harus dipahami dengan pendekatan perjuangannya di abad modern, dengan konflik-konflik sosial di era modern. "Literatur tentang Islam yang ada saat ini sangat menyebalkan, karena itu kita perlu riset-riset baru. Jangan malas," pesan Vedi tegas. Vedi menambahkan bahwa dunia Islam saat ini telah memunculkan kelompok yang dia istilahkan New Islamic Populism (NIP).

Kelompok ini mempunyai basis sosial kuat, yaitu kelas sosial baru yang terdidik dan kaum miskin kota. "Keduanya adalah produk modernitas sekaligus korban modernitas," tambahnya. Vedi juga menyoroti posisi Nahdlatul Ulama yang selalu berada di sekitar kekuasaan. Sikap akomodatif NU terhadap penguasa di setiap rezim mempengaruhi corak perubahan sosial di Indonesia.

Sikap NU juga berimplikasi mempersulit kelahiran kelas borjuasi baru yang kuat di lingkungannya sendiri. "Gerakan politik Islam di Indonesia lebih hebat dari Mesir, tapi masih kalah hebat dibanding Turki. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi capaian ini adalah NU masih dalam proses transformasi dari borjuasi kecil menuju borjuasi besar. Proses ini sudah lama dan kita belum tahu di masa depan apakah bisa berhasil. Ketidakpastian masa depan ini disebabkan sikap NU yang akomodatif terhadap penguasa," pungkas Vedi. 

SOURCE: www.nu.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar