Pada Jumat, 17 Juli 2001, ledakan keras menghantam Hotel JW Marriott, disusul kemudian ledakan serupa di hotel Ritz Carlton di sebelahnya.
Sembilan orang tewas saat itu, puluhan lainnya luka-luka.
Salah satu korban luka adalah Max Boon. Bom meledak saat ia sarapan di Marriott.
Tiga pekan ia sengaja dibiarkan koma. Saat bangun, ia menemukan tubuhnya tak lagi utuh. Dua kakinya lenyap, lengan kanan remuk, badan penuh luka bakar dan pecahan bom masih bersarang di dalam hatinya.
Dua tahun berlalu, alih-alih terjebak trauma, Boon memutuskan untuk kembali Indonesia untuk "memburu" teroris dengan tujuan mulia: deradikalisasi.
Ia berniat menemui calon-calon teroris. "Dengan pengalaman itu, saya ingin berbuat sesuatu untuk ikut memperbaiki dunia," kata pria 39 tahun itu, seperti dimuat Radio Nederland Siaran Indonesia.
Sejak Oktober 2009, Boon mengikuti terapi pemulihan di Pusat Revalidasi Militer, di Doorn, Belanda. "Di sini saya belajar berjalan menggunakan protese. Dan belum lama ini, saya mulai menggunakan sendi lutut buatan. Sejauh ini, semuanya berjalan mulus," kata dia.
Sembari melaksanakan revalidasi, ia bekerja sama dengan The International Centre for Counter-Terrorism (ICCT) di Den Haag, yang memunculkan gagasan untuk melakukan proyek antiterorisme itu.
"Kami akan berupaya meyakinkan calon teroris, bahwa dengan jalan kekerasan mereka tidak akan mencapai cita-cita yang mereka idamkan. Bahwa tindakan seperti itu hanya akan membuat sengsara orang lain.
Padahal, orang lain tersebut, ternyata dalam banyak hal, manusia seperti mereka juga."
Dengan bersemangat, Boon menyusun rencana, apa saja yang akan ia lakukan di Indonesia.
"Di Indonesia nanti, saya pertama-tama akan menyusun database korban teror. Saya juga akan membuat pedoman, bagaimana cara paling baik untuk menghubungi korban teror. Kami sudah berhubungan dengan beberapa organisasi korban teror di Indonesia. Atas dasar database tadi, kami akan memilih orang-orang yang mampu menceritakan pengalaman mereka dengan baik dan meyakinkan. Selanjutnya, orang-orang tersebut perlu mendapat bimbingan dan pelatihan. Dan jika perlu, bantuan psikolog. Karena, keterlibatan seperti itu, jelas tidak mudah."
Yang penting, kata Max Boon, korban sebaiknya warga Indonesia. Karena, bagi calon teroris asal Indonesia, kisah mereka akan lebih menyentuh hati, ketimbang pengalaman warga Amerika atau Belanda.
Ia menambahkan, setelah itu, korban, mantan teroris, dan pemuka agama akan turun ke tempat-tempat yang dianggap rawan perekrutan teroris. Di sana, para korban akan menceritakan penderitaannya, pemuka agama menyadarkan dengan sentuhan rohani. Dengan itu, dia berharap, orang-orang yang telah terpengaruh sadar. "Bahwa ledakan bom membuat orang sengsara, dan menyebar kebencian."
SOURCE: vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar